Kamis, 12 Maret 2009

BEREBUT KURSI TANPA INTIMIDASI

Hari Pemungutan suara makin dekat, lebih kurang sebulan lagi. Peta politik tanah air makin panas. Banyaknya Parpol peserta Pemilu dan Keputusan MK yang membatalkan Pasal 214 UU No 10 Tahun 2008 membuat persaingan antar Parpol maupun antar Caleg sangat ketat. Persaingan antar Parpol biasanya berkutat pada masalah idiologi serta program yang mereka tawarkan. Programnya-pun tidak ada yang baru, masih itu-itu saja, hanya saja sudah dikemas dalam bentuk lain yang seakan-akan seperti menawarkan sebuah perubahan. Parpol yang sedang berkuasa mengedepankan ''keberhasilannya'' sedangkan Parpol oposisi maupun Parpol baru, menjanjikan mereka akan lebih baik dari Papol yang sedang berkuasa. Entah yang mana yang benar...? Tergantung penilaian Anda.

Bagi Caleg, mereka tidak hanya bersaing dengan Caleg dari Parpol lain, tapi malah akan saling sikut antara Caleg satu Parpol. Nomor urut tidak lagi jaminan, sehingga nomor urut bawah akan punya kesempatan yang sama dengan nomor urut atas. Disinilah akan kita lihat berlakunya hukum alam, siapa yang berkualitas dan pantas, Insya Allah akan jadi Anggota Dewan. Siapa yang akan diberi kepercayaan dan siapa yang hanya mencari pekerjaan.

Begitu juga dengan Caleg perseorangan (DPD), hampir semua Provinsi disesaki para "spekulan politik" yang sangat berhasrat menjadi Anggota DPD. Secara kwantitas, memang kita harus memberi apresiasi, karena semua golongan yang datang dari berbagai latar belakang sudah punya nyali untuk bersaing menuju kursi panas Senayan. Secara kualitas, memang patut kita sayangkan. Memang benar, ada nama-nama top yang selama ini sudah malang melintang dalam dunia politik kita, namun sebahagian diantaranya adalah ''pelarian'' dari Parpol. Selebihnya banyak yang dipertanyakan kredibilitasnya.
Di Bali ada Caleg DPD dari latar belakang Seniman, Pengusaha dan mantan Birokrat. Kalau Anda menonton acara “BAROMETER” tadi malam ini di SCTV, Anda akan pasti sudah lihat ada Caleg yang berprofesi Pengamen dan Loper koran. Di satu Provinsi di Jawa, malah ada Caleg yang berprofesi sebagai Tukang Ojek. Masih sangat lumayan di Aceh, nama-nama yang masuk sudah kita kenal, setidak-tidaknya sudah pernah berkecimpung dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Diantaranya ada wartawan, seperti Helmi Hass & Adnan NS. Ada politisi senior kayak Farhan Hamid, dsb. Ada juga mantan Birokrat seperti Drs. Hamdani Raden, penulis buku Iwan Gayo, dll (karena saya tidak hafal semua).

Dengan banyak Caleg, baik dari Parpol maupun Caleg DPD, peta persaingan akan sangat terbuka. Dan bukan tidak mungkin, ada pihak-pihak yang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Bisa dengan politik uang atau dengan cara pemaksaan yang mengarah kepada intimidasi.
Biasanya cara-cara seperti ini dilatar belakangi idiologi Parpol yang bersangkutan, bukan persaingan antar Caleg saja.

Mari kita lihat dalam skala yang lebih kecil yaitu di Provinsi Aceh. Sejak awal masa kampanye pada bulan Juli 2008, hampir semua Peserta Pemilu langsung tancap gas mengeluarkan berbagai jurus untuk meraih dukungan rakyat.
Dan cara-cara intimidasi bukan berita bohong. Beberapa harian lokal sudah beberapa kali mengungkapkan kepada publik, walaupun lebih banyak yang tidak bisa terjangkau oleh pers. Intimidasi seperti bau kentut (maaf), bisa dirasakan namun tidak bisa diraba. Hal ini karena masyarakat enggan melaporkan kepada Penegak hukum.

Baru dua hari yang lalu, dikabarkan bahwa, di Aceh Utara ada rumah penduduk yang menjadi simpatisan PPP, ditandai (atau dipalang--bahasa Aceh)dengan cat berwarna merah dipintunya. Siapa yang melakukan...? Yang tau hanyalah Allah SWT dan orang yang melakukan itu. Syukur, kalau akhirnya terungkap.
Kejadian di Bireuen, beberapa bulan yang lalu, juga setali tiga uang. Ada Caleg PKS yang diintimidasi oleh anggota sebuah Partai lokal. Pernah juga kantor Partai Golkar Bireuen digranat oleh Orang Tak dikenal (OTK). Namun beberapa kejadian itu selesai dengan sendirinya, seperti air mengalir di daun keladi.... Tidak ada penyelesaian hukum.

Intimidasi bukan hanya dialami oleh Partai Nasional, tapi juga dialami oleh Partai lokal. Yang paling sering dialami oleh Partai Aceh, dimana beberapa kantor DPW-nya sempat dilempari granat tangan dan bom molotov. Ada juga kantor DPC-nya dibakar.

Menjelang kampanye terbuka 16 Maret dan pemungutan suara, 9 April 2009, eskalasi persaingan semakin ketat. Dan kita berharap persaingan berjalan dengan baik dan normal. Tidak ada lagi persaingan menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, terlebih lagi di daerah kita yang bersendikan Syariat Islam. Marilah kita kita gunakan etika kampanye dengan cara-cara Islami, bukan dengan kekerasan.
Begitu juga saat pemungutan suara yang merupakan puncknya Pemilu.. Jangan ada intimidasi, biarkan masyarakat memilih dengan hati nurani. Jangan ada lagi dikatomi, bahwa memilih Parpol ini, Caleg itu, dsb adalah wujud perbedaan idiologi.
Yang ada hanyalah satu, yaitu dengan Pemilu bersih akan mewujudkan Pemerintahan yang bersih pada akhirnya adalah mewujudkan pembangunan bangsa yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme demi kemakmuran bangsa.

Rabu, 11 Maret 2009, Panwascam se Kabupaten Bireuen sudah dilantik oleh Ketua Panwas Kabupaten Bireuen. Mudah-mudahan dengan sudah terbentuknya Panwas di tingkat Kecamatan, segala macam pelanggaran Pemilu termasuk intimidasi akan dapat ditangani. Dengan catatan, mereka harus diberi support yang besar oleh kita; masyarakat Aceh yang ingin Pemilu bersih.

Salam,
mukhlis aminullah
Ketua Forum Pemuda Peduli Demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar