Senin, 17 Februari 2014

KLAIM SBY MEMERANGI KORUPSI

“Untuk menyempurnakan akurasi klaim SBY tersebut, KPK perlu lebih agresif mengejar Sengman Tjahya”

GELEMBUNG dana talangan Bank Century yang tidak bisa dipertanggungjawabkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) otomatis mereduksi klaim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengenai agresivitas pemberantasan korupsi. Langkah pemberantasan korupsi sekarang ini sangat maju, dan itu lebih karena faktor keberanian dan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ceritanya bisa berbeda andai institusi dan kepemimpinan KPK bisa dikooptasi oleh kekuasaan seperti era kepemimpinan sebelumnya komisi antikorupsi tersebut. Semua orang ingat bahwa sampai pengujung 2011, terjadi stagnasi atas proses hukum kasus Century.

Sejak kepemimpinan baru KPK mulai bekerja pada 2012, kemajuan proses hukum megaskandal ini mulai terlihat. Selain menetapkan status tersangka terhadap dua mantan deputi gubernur BI, KPK memeriksa ulang mantan menkeu/ketua KSSK Sri Mulyani dan Wapres Boediono dalam kapasitas sebagai mantan gubernur BI/anggota KSSK. Bahkan pemeriksaan Boediono mengungkap masalah baru mengingat tak ada yang mau bertanggung jawab atas terjadinya gelembung dana talangan sampai Rp 6 triliun lebih itu.

Selain kasus Century, dewan kepemimpinan KPK terkini pun akhirnya berani mengakhiri kejanggalan dalam proses hukum suap pemilihan deputi gubernur BI pada 2004. Sebelumnya, kasus ini dinilai aneh oleh publik karena penerima suap dihukum, sementara pemberi tak pernah menjalani proses hukum. Sejumlah politikus yang didakwa menerima suap sudah divonis pengadilan Tipikor sejak Mei 2010.

Selama hampir 2 tahun, pihak penyuap dalam kasus ini tak tersentuh. Baru pada akhir Januari 2012, KPK menetapkan Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka dalam kasus ini. Menjelang akhir September 2012, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Miranda.

Kejanggalan proses hukum kasus suap pemilihan deputi gubernur BI 2004 bisa terjadi karena KPK mendapat tekanan dari penguasa. Tekanan itu tak bisa dielak karena KPK saat itu dicurigai tidak independen. Demikian juga alasan di balik stagnasi proses hukum kasus Century. Artinya, agresivitas pemberantasan korupsi sangat bergantung pada independensi dan keberanian KPK. Peran pemerintah relatif minim.

Bila kasus penggelembungan dana talangan Century itu bisa dipertanggungjawabkan pemerintahan SBY-Boediono, itu berarti baru sebagian klaim SBY terpenuhi. Ketika memberi sambutan pada acara Penandatanganan Komitmen Bersama Peningkatan Akuntabilitas Keuangan Negara di auditorium BPK, Rabu (22/1), SBY mengklaim pada masa pemerintahannya, kampanye antikorupsi begitu agresif.

SBY menyebut agresivitas pemberantan korupsi seperti sekarang ini tak pernah terjadi pada kepemimpinan sebelumnya. Karena alasan itu, ia menegaskan bahwa meski pemberitaan mengenai korupsi mendapat tempat besar di media saat ini, bukan berarti di pemerintahan sebelumnya tak pernah terjadi korupsi.

Benar, korupsi selalu terjadi pada tiap era pemerintahan sebelumnya. Namun, setelah Orba mewariskan megaskandal Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI), baru pada era kepresidenan SBY terjadi sejumlah megaskandal bernuansa korupsi. Dari skandal Century, penganggaran Hambalang, hingga suap pengaturan impor daging sapi serta kasus yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas.

Praktik Kartel

Untuk menyempurnakan akurasi klaim SBY itu, KPK perlu lebih agresif mengejar Sengman Tjahya, yang mangkir dengan dalih sakit, dalam sidang kasus suap daging impor (SM, 12/2/14). Bisa dipastikan jika nanti pisau penyelidikan kasus suap impor daging dipertajam saat pemeriksaan Sengman, bisa terungkap praktik kartel impor bahan pangan kebutuhan pokok rakyat.

Pengendali kartel impor daging sapi disebut-sebut sosok perempuan berjuluk Bunda Putri dan pengusaha properti asal Palembang bernama Sengman Tjahya itu. Keduanya mengklaim dekat SBY. Bahkan Bunda Putri konon bisa menentukan jabatan seseorang di kementerian. Sejak identitas mereka disebutkan di pengadilan Tipikor yang menyidangkan terdakwa kasus suap impor daging sapi, keduanya belum diperiksa KPK.

Agenda pemeriksaan Sengman oleh KPK dalam kasus suap impor daging sapi bisa dijadikan pintu masuk membongkar praktik kartel pangan. Kepedulian dan keberanian KPK mengeliminasi kartel pangan akan meringankan beban berat kehidupan rakyat akibat tingginya harga aneka kebutuhan pokok.

Februari 2013, Komite Ekonomi Nasional (KEN) menyatakan ada indikasi kartel pangan di Indonesia, termasuk kartel kedelai. KPPU juga mengaku punya indikasi peran kartel dalam pengadaan kedelai dan impor komoditas bawang putih. Artinya, sudah tiga komoditas yang dikuasakan Kemendag kepada kartel, meliputi daging sapi, kedelai, dan bawang putih.

Figur seperti Sengman dan Bunda Putri memenuhi persyaratan sebagai pengendali sepak terjang kartel bahan pangan karena kedekatan mereka dengan penguasa. Bukankah sosok Bunda Putri mengaku bisa memengaruhi arah kebijakan kabinet? Adapun Sengman, kepada Menteri Pertanian, mengaku dekat dengan Presiden. Kalau tidak powerfull, siapa pun tak mungkin bisa membangun kartel.

Oleh
Bambang Soesatyo
dimuat SUARA MERDEKA 15 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar