Selasa, 18 Februari 2014

10 POTENSI MASALAH PADA PEMILU 2014

Pertama, sosialisasi kandidat calon legislatif tidak optimal karena masih didominasi sosialisasi sosok atau figur, bukan sosialisasi ideologi dan program kerja dijalankan periode 2014-2019.

Kedua, model kampanye peserta pemilu masih bertumpu pada politik visual dengan hanya menjual figur. “Partai politik bukan menjual gagasan atau program konkrit demi perubahan Indonesia ke depan,” ujarnya.

Ketiga, adanya kecurigaan netralitas KPU masih menjadi beban berat bagi parpol dan pemilih, terutama saat menandatangi kerja sama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) walaupun akhirnya dibatalkan kedua belah pihak. “Kerja sama ini sempat menjadi kecurigaan didasari memori masa lalu yang dinilai tidak fair dan penuh manipulasi suara dan data pemilih,” kata Boni.

Keempat, persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sampai kini belum tuntas diselesaikan KPU. Hal ini bakal menimbulkan kecurigaan munculnya kartu pemilih siluman yang bertujuan menggelembungkan suara partai tertentu.

Kelima, kemunculan dana saksi yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan sudah mendapatkan penolakan berbagai kalangan.
“Dana saksi dari APBN ini dinilai tak tepat sasaran, karena seharusnya partai menyiapkan dana sendiri untuk membayar para saksi partai yang ditempatkan di seluruh TPS,” ujar Boni.

Keenam, kecurigaan terhadap aparat keamanan dalam praktik membantu mengamankan kotak suara hasil pencoblosan. Padahal pada Pemilu 2009, ada fakta bahwa aparat keamanan ikut bermain memanipulasi surat suara maupun kotak di TPS yang berbeda dengan apa yang sampai di tangang KPUD. “Kecurigaan ini terkait belum adanya mekanisme pengawasan terhadap petugas keamananm,” katanya.

Ketujuh, kecurigan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tidak bisa menarik jarak dari KPU, sehingga cenderung menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu dan tak bisa diharapkan netral sepenuhnya dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu.

Kedelapan, adanya politik uang dalam bentuk langsung maupun tak langsung yang masih menjadi momok penyelenggaraan pemilu.

Kesembilan, kata Boni, tabulasi suara KPU masih dicurigai sebagai peluang manipulasi suara jika belum disiapkan mekanisme transparansi penghitungan suara yang bisa diamati publik sepanjang proses penghitungan suara secara nasional dilakukan.

Kesepuluh kekerasan politik berpotensi terjadi di daerah yang sentimen primodialnya masih kental.


oleh
BONI HARGENS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar