Untuk mengukur kemajuan perekonomian Bireuen, sebenarnya cukuplah secara mikro saja ataupun dengan cara sangat sederhana.
Pertama; coba kita jalan-jalan sore ke tempat orang menjual jajanan
berbuka, bisa di Langgar Square atau kawasan lain..... pasti akan mudah
kita lewati dengan kenderaan roda dua, tidak berdesakan kayak tahun2
sebelumnya. Penjual makanan, maaf, le that yang payah pot lalat.....
Kedua; omzet panjualan tanah kapling untuk rumah sangat rendah.
toko-toko yang sudah dibangun tidak ada yang sewa, padahal pemilik
tanah/toko sudah membuat iklan bertahun-tahun (2010-2013), jangankan
pembeli, orang sekedar menanyakan harga pun, tidak ada....
Ketiga; kredit macet di bank makin meningkat, termasuk pembiayaan dari
Simpan Pinjam UPK PNPM. Setelah mendapat modal dan mereka berusaha,
ternyata omzet usahanya tidak sesuai seperti saat dilakukan Survey
Kelayakan Usaha.
Keempat; ada rekan-rekan PNS yang bekerja
sampingan sebagai pedagang. Artinya mereka teman-teman PNS, sebagian
barangkali, perlu usaha sampingan setelah SK terikat ke Bank Aceh.
Kelima; ada fenomena baru juga di PNPM, para kontraktor lokal, mulai
ikut tender pengadaan barang di level desa, yang diadakan oleh
TPK/Panitia Lelang di desa, yang notabene keuntungannya
sedikit......hana awe, ukheu mantong pih jeut?
Keenam; makin hari pengemis atau gepeng makin banyak di Bireuen... cukup bertambah pekerjaan kak Dewi Kwok, dalam mencari konsep pengaturan tentang gepeng.
Mungkin teman-teman saya bisa menambahkan indikator lainnya,
silahkan... cukup dengan indikator sederhana, tidak perlu kita undang
Faisal Basri Batubara atau Avilliani untuk mengukur indikator secara
ilmiah.
Yang pasti, saya sebagai bagian dari masyarakat
Bireuen, bertanya: dimana peran Pemerintahan sekarang dalam meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat...???
salam,
mukhlis aminullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar