Rabu, 04 Maret 2009

PEMILU JURDIL....???



Mencermati tahapan Pemilu 2009 yang makin mendekati Kampanye terbuka dan pemungutan suara, kita pantas khawatir. Berita sehari-hari yang kita baca di media menunjukkan bahwa proses Pemilu, baik secara nasional maupun dalam skala lokal, sangat tidak berkualitas. Pemilu 2009 yang merupakan proses demokrasi, patut disangsikan keberhasilannya.

Dalam skala nasional, beragam masalah krusial muncul dan hampir dipastikan masalah-masalah tersebut secara mayoritas berasal dari pihak penyelenggara Pemilu. Nampak jelas, KPU belum belajar banyak dari pengalaman KPU sebelumnya, bahwa mengelola Pemilu tidak cukup hanya bermodalkan Gelar akademik. Diperlukan orang-orang yang siap berjibaku; yang siap secara lahir bathin untuk dikritik, dihujat dan dijadikan sasaran tembak oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Keputusan maupun kebijakan KPU.

Dalam perjalanannya, KPU telah mengelola tahapan Pemilu dengan berbagai kejanggalan yang senantiasa akan dicatat oleh berbagai pihak dan siap dijadikan bahan untuk menggugat KPU dikemudian hari setelah Pemilu (terutama oleh mereka yang kalah). Saya mencatat beberapa kejanggalan antara lain KPU terlambat merestrukturisasi Sekretariat Jenderal sesuai amanah UU Nomor 22 Tahun 2007. Sampai pertengahan tahun 2008, KPU masih bertahan dengan 11 Biro.
Selain itu KPU juga terlambat memproses pembentukan Panwaslu di daerah. Masalah DPT Papua dan Papua Barat juga sempat jadi pembicaraan. Belum lagi terkait "rajinnya" mereka melakukan Perjalanan Dinas ke luar negeri dengan alasan Sosialisasi. Beberapa catatan kritis lainnya adalah "rajinnya" Anggota KPU mengumbar statement di media, yang pada akhirnya menjadi bumerang bagi KPU sendiri. Satement-statement tersebut pada umumnya menimbulkan berbagai tafsiran dari masyarakat, terutama dari para jajarannya sendiri di daerah.

Berbagai persoalan tersebut ternyata belum cukup. Beberapa KPUD juga melakukan kebijakan yang tidak populer. Belum lagi terjadi disharmonisasi antara KPU Provinsi dengan KPU Kabupaten/Kota, antara Anggota dengan Sekretariat yang berujung pada minimnya kepercayaan publik akan kemampuan KPU/KPUD memanaj Pemilu.

Sebagai contoh saja, yang terjadi di Aceh. KIP Provinsi NAD seringkali mengeluarkan statement yang membingungkan KIP Kabupaten/Kota. Masalah DPT, masalah jumlah TPS, dan sebagainya, menjadi bahan perdebatan di media lokal.
Berbagai persoalan tersebut seharusnya tidak timbul, kalau saja mereka mau berkaca dari pengalaman KPU periode lalu.

Dalam konteks lokal, kita juga mencermati proses Pemilu. Terakhir, kami dapatkan informasi, bahwa KIP Kabupaten Bireuen sudah menerima surat suara DPR-RI, beberapa hari yang lalu. Tapi, alangkah sayangnya, surat suara yang diterima masih kurang atau tercecer 1 (satu) kotak. Kabarnya surat suara yang kurang tersebut, tercecer alias salah kirim ke KIP Kota Lhokseumawe. Apapun namanya, tercecer atau bukan, kesalahan tersebut membuktikan bahwa dalam proses distribusi Logistik tidak profesional sama sekali.
Sangat disayangan, pada saat masyarakat sangat kurang percaya dengan proses Pemilu, KPU malah masih melakukan kesalahan. Memang tidak sepenuhnya kesalahan KPU, karena distribusi sudah menjadi tanggung jawab perusahaan rekanan, namun seharusnya sebagai pengguna jasa, KPU harus sangat selektif memilih rekanan. Mudah-mudahan itu adalah kesalahan terakhir.

Selain terkait dengan persoalan yang saya sebutkan di atas, ternyata ada hal yang lebih penting di lapangan. Ternyata pemahaman masyarakat kita tentang proses pemberian suara di TPS sangat minim. Terkait dengan penetapan Calon terpilih juga demikian. Minim sekali pengetahuan masyarakat kita tentang proses Pemilu.

Secara kebetulan saja, dalam beberapa hari ini kami sering ditanyai masyarakat tentang berbagai hal persoalan Pemilu. Selain masalah pemungutan suara, juga masalah penetapan Calon terpilih.
Khusus pertanyaan terakhir, rata-rata yang menanyakan adalah Caleg. Sebagai insan yang pernah bergelut dengan dunia Pemilu, kami terus terang kecewa dengan beragam pertanyaan itu. Bagaimana mungkin, ada Caleg yang tidak tau tentang penetapan Calon terpilih...?
Padahal mereka akan bertarung memperebutkan kursi Legislatif. Bukan hanya bersaing dengan Caleg Partai lain, tetapi juga bersaing dengan Caleg partai sendiri....

Namun terus terang saja, mencermati fenomena ini , kami sangat kecewa dengan KPU, terutama KIP Kabupaten Bireuen sebagai lembaga yang bertanggung jawab di daerah ini.
Informasi dari beberapa pengurus Partai, memang Sosialisasi Pemilu di Bireuen sangat minim, khususnya untuk audiens dengan latar belakang Partai Politik.
Memang dalam dua minggu terakhir, KIP Kabupaten Bireuen sedang gencar melakukan Sosialisasi ke sekolah-sekolah. Kita tetap memberi apresiasi positif untuk mereka atas usahanya.
Namun Sosialisasi untuk masyarakat umum juga seharusnya diprioritaskan. Dan terlebih lagi untuk para Caleg.
Kalau kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin,nanti pada saat penghitungan suara dan penetapan Calon terpilih, KIP Kabupaten Bireuen sendiri yang menerima akibatnya....
Bisa diprediksi, akan timbul berbagai gejolak, terutama datangnya dari para pelaku politik yang masih instan dalam berdemokrasi. Secara psikologis, masyarakat kita skarang sangat antusias menyambut Pemilu. Namun, bila tidak dilayani secara benar agar mereka bisa memberikan suaranya, bukan tidak mungkin Hakim "Pengadilan Pemilu" tidak sempat istirahat. Berbagai kasus akan mengalir deras ke PN yaitu menggugat KIP sebagai penyelenggara maupun Panwas sebagai Wasit.

Apa jadinya Pemilu di Aceh....? Apalagi kalau ditambah dengan "intimidasi" dari peserta Pemilu agar memilih mereka.

Berbagai persoalan yang sudah saya sebutkan di atas, akan terakumulasi sebagai bahan gugatan, atau setidak-tidaknya sebagai bahan kritikan bahwa proses Pemilu yang Luber jurdil seperti yang dicita-citakan selama ini, hanya mimpi belaka.

Salam,
mukhlis aminullah
Ketua Forum Pemuda Peduli Demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar