Selasa, 03 Maret 2009

MEMILIH PEMIMPIN

Beberapa waktu yang lalu; tepatnya ketika saya baru saja menyelesaikan masa jabatan sebagai Anggota KPU Kabupaten Bireuen, bulan Juli 2008, saya ditawari oleh sebuah Partai Politik untuk menjadi Caleg DPRK Bireuen periode 2009-2014. Pada awalnya saya sudah mulai tertarik, apalagi Partai tersebut akan menempatkan saya pada nomor urut kecil. Sekedar mengingatkan kembali, bahwa sebelum ada keputusan MK tentang penetapan Caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, nomor urut kecil lebih menjanjikan peluang.

Ketika sudah memutuskan menerima tawaran mereka, ternyata saya harus kecewa...... Ternyata untuk jadi Caleg, apalagi nomor urut kecil, saya diminta menyetor uang Rp 30 juta pada tahap awal. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah mengatakannya. Saya akhirnya memilih mundur. Bukannya saya tidak punya uang, tapi cara seperti itu tidak nyaman bagi keluarga kami.....

Menurut pengurus Partai tersebut, uang yang disetor oleh Caleg akan digunakan untuk dana kampanye. Saya tidak membantah. Mungkin saja benar apa yang mereka katakan.... Untuk melakukan kampanye memang dibutuhkan dana yang banyak, terutama untuk membuat baliho, iklan koran, iklan radio, dsb. Sebuah lembaga penelitian menyebutkan, kisaran angka-angka yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan kampanye. Seorang Caleg DPRK setidaknya membutuhkan Rp 100 juta. Itu belum termasuk membayar honor para Saksi pada hari Pemungutan dan Penghitungan suara.
Kalkulasi sendiri, berapa kira-kira dana yang dibutuhkan seorang Caleg DPRA atau Caleg DPR RI.......! Bisa ratusan juta.

Memang, tidak semua Partai membuat kebijakan demikian. Ada juga partai yang sudah sangat mapan, dengan dana kas yang melimpah, mereka tidak perlu lagi meminta setoran kepada Caleg. Ada juga Partai yang punya manajemen sangat bagus, mereka tidak mengandalkan kampanye dengan cara-cara tradisional. Tapi mereka memperkuat ukhuwah dan secara terus-menerus membina kader. Partai seperti ini tidak banyak, bisa dihitung dengan jari. Selebihnya tetap mangandalkan dana setoran, dari Caleg dan juga dari donatur.

Namun pada umumnya para Caleg tetap harus mengeluarkan banyak dana. Nah, bisa dibayangkan...... dengan gaji atau penghasilan sebagai Anggota DPRK (jika kelak terpilih) yang tidak terlalu besar, bisa-bisa, habis masa jabatan 5 (lima) tahun dana yang terlanjur habis tidak bisa tertutupi. Bagaimana jika tidak terpilih...? Jangan sampai ada yang "bicara" dengan tiang listrik... Anggap saja rugi dalam berdagang ataupun kena krisis moneter seperti tahun 1998. Saya bukan mengada-ngada! Di Jawa Timur, ada Calon Bupati yang gila setelah tidak terpilih dalam Pilkada tahun 2006 yang lalu.

Kepada pemilih, saya menyarankan agar hati-hati memilih...! Jangan Anda pilih Caleg yang banyak mengumbar uang atau membagi-bagikan uang. Karena Caleg seperti itu akan segera memikirkan uang kembalian begitu dilantik jadi Anggota Dewan. Dan bukan tidak mungkin, ybs akan mencari jalan yang tidak "halal".......

Anggota Dewan adalah juga Pemimpin kita, walau dalam banyak berita selalu disebut wakil kita alias wakil rakyat. Tentu ada syarat-syaratnya bagi seseorang pantas kita pilih sebagai Pemimpin kita.

Dalam Islam yang harus dijadikan pemimpin adalah orang yang amanah, cerdas, benar, dan pintar berkomunikasi. Bukan orang yang banyak uang. Nabi Muhammad adalah orang sederhana, demikian pula Sayidina Ali. Abu Sofyan jauh lebih kaya. Toh ummat Islam memilih orang yang sederhana seperti Nabi Muhammad SAW dan Sayidina Ali sebagai pemimpin. Bukan Abu Sofyan.

Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir. (HR. Ad-Dailami)

Hendaknya ummat Islam memilih pemimpin yang saleh dan berilmu sehingga mereka bisa memimpin dan menunjuki ummatnya. Bukan pemimpin yang korup atau awam dalam agama/umum sehingga justru rakyatnya yang menunjuki pemimpinnya.

Orang yang memilih pemimpin yang awam atau berakhlak buruk, akan berakhir di neraka karena disesatkan oleh pemimpin mereka:

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.”

“Dan mereka berkata;:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” [Al Ahzab:66-67]

Kadang ada orang yang meski dikenal sebagai ustad, namun Islamnya tidak kaaffah (menyeluruh). Dia bisa mengajari murid-muridnya soal shalat, puasa, dan haji dengan baik. Tapi dalam hal ekonomi, dia justru mengikuti kaum Yahudi dan Nashara dengan mengikuti sistem Neoliberalis Kapitalis yang menyengsarakan ummat manusia.

Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, “Siapa ‘mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Bukhari)

Sebagai contoh ada elit parpol dakwah yang berwenang memimpin komisi DPR di bidang ESDM, ternyata kebijakan migas yang ditempuh mengikuti kepentingan pasar sehingga migas harganya meroket, sering langka, dan menyengsarakan seluruh rakyat. Dia membiarkan migas Indonesia dikuasai oleh perusahaan2 migas dari negara2 kuffar yang membantai ummat Islam di Iraq dan Afghanistan.

Padahal pemimpin Islam harus mengikuti sunnah Nabi yang “Menasionalisasi” sumber air yang dimiliki orang Yahudi hingga bisa dinikmati gratis oleh ummat Islam. Nabi Muhammad tidak pernah membiarkan kekayaan alam yang dimiliki ummat Islam dikuasai oleh musuh Islam. Bahkan Nabi pernah mengusir kaum Yahudi dari Madinah karena mereka berkhianat ingin membunuh ummat Islam.

Pemimpin Islam harus mengikuti sunnah Nabi secara menyeluruh. Bukan cuma masalah shalat, puasa, dan haji, tapi juga sistem ekonomi memakai sistem ekonomi Islam. Sebagai contoh tidak layak ummat Islam dalam hal harga minyak mengikuti harga pasar komoditas NYMEX yang tidak sesuai dengan Islam karena sebagian besar jual-beli hanya dilakukan oleh para spekulan tanpa ada perpindahan tempat dari penjual ke pembeli. Padahal dalam Islam harus ada perpindahan tempat ke pembeli hingga barang mengalir langsung dari produsen ke distributor, retailer, dan pembeli/pemakai. Ada pun di pasar Komoditas kontrak minyak cuma berputar2 selama 72 bulan antar spekulan hingga harga minyak membubung dari US$ 24/barrel jadi US$ 147/barrel. Padahal 80% minyak di produksi sendiri oleh Indonesia dengan biaya lifting hanya US$ 10/barrel.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” [Al Baqarah:208]

Meminta uang kepada seseorang agar jadi Calon itu mirip seperti suap:

Allah melaknat penyuap, penerima suap dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR. Ahmad)

Jadi; sebagai rakyat Aceh yang punya latar belakang Islam yang kental, mari kita jauhkan budaya-budaya demikian. Kita harus memilih calon pemimpin yang bersih ketimbang calon pemimpin yang banyak uang tapi image-nya tidak bersih.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Salam,
mukhlis aminullah
ketua Forum Pemuda Peduli Demokrasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar