Rabu, 20 Agustus 2008

SYIRIK DISEKITAR KITA



Saya sudah lama ingin menulis tentang Syirik disekitar kita, namun tidak punya keberanian karena terbatasnya pengetahuan saya dalam pemahaman tentang Syirik. Saya sudah mencoba mengusulkan kepada beberapa teman saya tamatan IAIN untuk ikut menulis dan mengirim artikel ke beberapa Media massa atau mengisi kolom di blog saya, namun belum ada yang menulis.

Dengan segala keterbatasan, kali ini, saya coba menulis apa yang saya ketahui tentang Syirik.

Pembaca yang budiman,

Mencermati apa yang terjadi disekitar kita sekarang ini telah sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Hal-hal yang seharusnya menjadi perhatian, karena menyangkut dosa besar yang terampuni, namun bagi sebahagian orang, seolah tidak terjadi apa-apa…. Seolah-olah mereka menganggap biasa saja. Pembaca pasti sering melihat tayangan di TV tentang berbagai macam sms “tahhayul” yang menagajak si pengirim sms menuntaskan segala persoalan kehidupannya pada Mama Laureen, Ki Joko Bodo, dll sebagainya. Seakan-akan dengan mengadu dan “meminta” pada Joko Bodo, semua persoalan akan tuntas. Kalau Ahmad Musaddeq mengaku dirinya wakil Tuhan, Ki Joko Bodo seakan-akan mengaatakan bahwa dirinya adalah “Tuhan”. Bodohnya, banyak sekali orang yang tertarik pada berbagai macam sms yang menyesatkan tersebut, termasuk ummat Islam.

Mereka yang bodoh dan kurang imannya, mengirim sms tersebut dengan santai dan biasa-biasa saja, hampir sama seperti mereka mengirim sms mendukung Idol. Sangat menyedihkan, mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan itu termasuk ke dalam dosa syirik.

Padahal Allah ta'ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisa: 48)

Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa sesungguhnya dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah selama-lamanya kecuali jika pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari dosa syirik yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui mana sajakah perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada dosa syirik, agar dengan demikian kita dapat terhindar dari dosa yang sangat berbahaya ini.

Selain berhubungan dengan Peramal seperti yang sudah diuraikan di atas, masyarakat kita juga sudah terbiasa dengan berbagai bentuk kebiasaan atau adat yang mengandung unsur syirik. Dalam kultur masyarakat Aceh, masih kita temui “Khanduri Laot” di pesisir Selatan Aceh, yang mana sesajian (ditambah Kepala Kerbau) dibuang ke laut, agar Nelayan mendapat rezeki berlimpah. Sungguh sangat aneh, dalam kultur Islam yang kental dalam masayarakat Aceh, ternyata masih melakukan ritual-ritual yang sama seperti yang dilakukan masyarakat Hindu. Pengalaman saya, melihat sendiri di Bali (dalam masyarakat Hindu), buang kepala kerbau ke laut adalah tradisi mereka. Pertanyaan saya, kenapa hal yang sama mesti kita lakukan di Aceh, yang jelas-jelas Islam…….

Selain itu, dalam masyarakat kita, terutama di pedalaman masih mempercayai jimat. Padahal hal itu merupakan bentuk Syirik yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah SWT.

Sebagaimana sabda Rasulullah:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

"Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet termasuk kesyirikan." (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

"Barang siapa yang menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik." (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Pembahasan kita tentang bentuk Syirik, kali ini lebih saya tekankan soal Jimat. Lain kali saya akan uraikan lebih detail tentang Dukun dan Peramal.

Untuk diketahui, Jimat pada masa sebelum hadirnya Nur Islam (jahiliyah) dahulu dikalungkan pada anak kecil atau binatang untuk menolak 'ain (pandangan hasad/dengki, berakibat mudharat bagi orang yang dipandang). Namun pada hakekatnya jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tersebut, akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya. Jadi jimat bisa berupa kalung, batu akik, keris, cincin, sabuk (ikat pinggang), atau benda-benda yang digantungkan pada tempat tertentu, seperti di atas pintu, di dalam kendaraan, dipasang pada ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas dan dimasukkan di saku celana, dan lain-lain dengan maksud mengusir atau tolak bala'. (Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid). Ingatlah bahwa setiap jimat pasti tidak terbukti secara syari'at (dalil dari Allah dan Rasul-Nya) maupun logika (hasil eksperimen ilmiah) dapat memberikan manfaat atau menolak bahaya.

Sekedar contoh,

ada seorang ibu yang meletakkan gunting (atau benda-benda lainnya) di samping bayinya yang baru lahir (sebagaimana yang terjadi di Jakarta dan daerah lainnya) dengan tujuan agar bayi tersebut terhindar dari gangguan setan, maka gunting tersebut adalah jimat. Penjelasannya sebagaimana contoh pertama di atas. Adapun cara yang benar adalah dengan membacakan doa kepada bayi tersebut di antara doanya sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "A'udzuka bikalimaatillahit tammati min kulli syaithonin wa hammatin wa min kulli 'aynin lammatin." (HR Bukhari), yang artinya 'Aku meminta perlindungan kepada Allah untukmu dengan kalimat Allah yang sempurna dari semua gangguan setan dan binatang, serta dari semua bahaya sihir 'ain (pandangan hasad) yang tajam'.
Masih banyak contoh macam dan peristiwa lain yang dapat dinilai bahwa benda yang digunakan adalah jimat. Apabila tujuannya adalah untuk menghilangkan atau menolak bahaya dan sebabnya tidak terbukti baik secara syar'i maupun keilmiahan/logika, serta benda itu dikalungkan, digantung atau disimpan dengan cara apapun, maka benda-benda tersebut termasuk jimat.

Pembahasan berikutnya adalah bagaimana seandainya yang digantungkan berupa ayat Al-Qur'an, ayat kursi atau dzikir-dzikir yang ada dalam syari'at? Maka jawabannya adalah seandainya tujuan menggantungkannya tersebut adalah untuk dihafal, maka hal ini dibolehkan. Namun, apabila tujuan menggantungkan ayat tersebut untuk menolak bahaya, maka perkara ini termasuk suatu haram. Namun hal ini tidaklah sampai pada tingkatan syirik karena dia telah bersandar pada kalamullah, dan bukan bersandar pada makhluk.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang penggunaan jimat ini secara umum, tidak dikecualikan satu pun, termasuk al-Qur'an tidak dikecualikan juga. Sebab lainnya adalah hal ini dapat mengantarkan pelecehan terhadap ayat-ayat al-Qur'an, semisal ketika orang yang menggantungkan ayat kursi di lehernya masuk ke kamar mandi dan tempat-tempat buruk lainnya.

Apabila seseorang menggantungkan ayat-ayat al-Qur'an (atau tulisan Allah, Nabi Muhammad dan sebagainya) di mobil dengan tujuan agar terhindar dari kecelakaan, maka perbuatan seperti ini haram. Lain halnya kalau Ayat-ayat Al Qur’an tsb digantungkan di mobil untuk mengingatkan kita selalu kepada Allah (termasuk pada saat mengemudi), tidak ada dalil yang melarangnya.

Contoh lain adalah menyimpan al-Qur'an ukuran super mini (yang untuk membacanya saja harus menggunakan kaca pembesar) di dompetnya, dengan tujuan menolak bahaya. Maka ini juga termasuk perbuatan yang haram. Hal ini bertentangan dengan tujuan diturunkannya Al-qur'an, yaitu untuk dibaca dan dijadikan pedoman hidup kita.

Adapun tulisan-tulisan arab yang tidak jelas maknanya (dikenal dengan sebutan rajah) dan biasa digantungkan di pintu-pintu rumah dengan tujuan untuk menolak bahaya (agar tidak kemasukan pencuri dan sebagainya), maka hal ini termasuk Syirik.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

"Barang siapa bersandar kepada sesuatu, maka ia akan disandarkan padanya." (HR Ahmad dan Trimidzi, dihasankan oleh Al Arna'uth).

Pada hadits ini, Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang akan diserahkan kepada yang dia jadikan sandaran. Seorang muslim yang menyandarkan segala urusannya kepada Allah, maka Allah akan menolong, memudahkan dan mencukupi segala urusannya. Sebaliknya, orang yang bersandar kepada selain Allah (seperti bersandar pada jimat), maka Allah akan membiarkan orang tersebut dengan sandarannya, sehingga kita dapatkan orang-orang semacam ini hidupnya tidak pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, dia kehilangan percaya diri ketika jimatnya tidak bersamanya. Sungguh hal ini merupakan suatu kerugian yang nyata.


Mohon maaf kepada para Ulama dan Pembaca sekalian. Seandainya tulisan saya ada yang salah, mohon diperbaiki dan sekiranya masih sangat kurang agar bisa ditambahkan. Niat saya semata-mata hanya demi memperbaiki perilaku Ummat. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya semata. Cukuplah Allah tempat kami menggantungkan segala sesuatu.

Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar