Rabu, 20 Agustus 2008

KEJAKSAAN AGUNG, BUKAN KAMPUNG MALING..?


Sebenarnya materi yang ingin saya tulis bukanlah masalah bobroknya hukum, apalagi terkait dengan Kejaksaan Agung. Namun tanpa sengaja, pada saat saya baca Kompas hari ini,untuk kesekian kalinya mata saya terhenti pada iklan buku mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh berjudul BUKAN KAMPUNG MALING, BUKAN DESA USTADZ.

Jujur saya akui, saya sangat tertarik untuk membeli buku itu. Disamping karena saya berminat dibidang Hukum, saya juga penasaran dengan judulnya yang agak “bombastis” (setidak-tidaknya menurut saya). Dan sampai hari ini saya belum sempat membeli, apalagi membacanya. Namun dari judul dan sedikit pengantar dari para Pakar Hukum Adnan Buyung Nasution, saya (dan mungkin juga Peminat Hukum yang lain) sudah bisa menebak isi buku tersebut. Yang dipaparkan Bung Arman adalah masalah intern Kejaksaan Agung dan fondasi penegakan hukum yang telah diletakkan oleh ybs selama menjadi Jaksa Agung, disamping sedikit menceritakan perjalanan karir beliau mulai dari Wartawan s/d jadi Jaksa Agung.

Saya yakin Bung Arman bukan mau membantah bahwa Kejaksaan Agung sebagai kampung Maling, atau juga membenarkan bahwa beliau seorang Ustadz, namun ingin mengatakan dengan jujur bagaimana “isi” Gedung Bundar.

Namun apapun isi tulisan Bung Arman dalam buku itu, yang jelas masyarakat Indonesia secara jujur harus mengakui bahwa apa yang disampaikan oleh Anggota DPR RI dari Komisi III (pada Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III dengan Jaksa Agung) dua tahun yang lalu, benar adanya.

Bahwa ucapan dari Anggota Dewan tersebut sekarang sudah terbukti. Kita sangat prihatin dengan terlibatnya aparat Kejaksaan Agung dalam skandal BLBI. Tak tanggung-tanggung, 2 (dua) orang Jaksa Agung Muda yang seharusnya jadi panutan para Jaksa dibawahnya, malah menjadi aktor dalam proses “penghentian” kasus BLBI. Pencopotan Kemas Yahya Rahman, sebenarnya belum cukup. Seharusnya yang bersangkutan, harus segera diproses secara hukum dan diusut lebih lanjut keterlibatannya dan dibawa ke muka Pengadilan. Begitu juga dengan Jaksa Untung, tidak cukup hanya “hukuman administrasi”. Harus diusut tuntas. Tindakan mereka telah mencoreng institusi Kejaksaan Agung, walaupun “skandal” mereka hanya segelintir dari banyaknya “skandal” para Jaksa (di Gedung Bundar maupun di daerah) yang tidak/belum terungkap ke muka publik.

Saya sebagai Warga Negara, memberi apresiasi yang tinggi kepada KPK atas tertangkapnya Jaksa Urip ketika sedang bertransaksi dengan sang “Agen” BLBI, Artalyta Suryani alias Ayin. Namun, saya yakin, Urip hanyalah pion yang bekerja atas skenario yang diatur para pembesar Kejaksaan Agung. Dan, yakinlah bahwa di Gedung Bundar masih banyak lagi para Jaksa yang pangkatnya lebih tinggi terlibat dalam skandal BLBI. Dan bisa saja bukan hanya kasus BLBI, namun banyak kasus lainnya, terutama yang tidak menarik perhatian publik. Dalam hal ini saya bukan mau berprasangka buruk. Tetapi sudah rahasia umum bahwa kalau ada perkara, bisa “diurus” asal ada kesepakatan antara Jaksa dan “pembeli hukum”. Bukan hanya di Kejaksaan, namun di insitusi penegak hukum lainnya.

Jaksa Agung boleh diganti, namun “isi” Kejaksaan Agung tetap sama. Dan seorang Jaksa Agung, walaupun sangat profesional, tidak akan bisa menegakkan supermasi hukum dengan sebaik-baiknya bila tidak didukung oleh semua pihak, terutama oleh jajarannya.

Seorang Abdul Rahman Saleh telah bekerja dengan baik dan maksimal (penilaian saya, bukan penilaian SBY). Berbagai terobosan telah dilakukan demi naiknya citra Kejaksaan Agung, namun apa mau dikata, jajaran dibawahnya tidak membantu demi tegaknya supermasi hukum. Dan saking yakin dengan kinerja anak buahnya, Bung Arman sempat marah kepada Anggota DPR (Azhar dari DP NAD 2) ketika dikatakan Bung Arman adalah Ustadz di kampung maling, dua tahun lalu. Bahwa beliau sangat yakin anak buahnya bukan “maling” sah-sah saja. Biasalah……atasan membela bawahan. Namun apa yang terjadi sekarang…? Jaksa-jaksa yang terlibat dalam skandal BLBI adalah Jaksa kepercayaannya selama beliau menjabat Jaksa Agung.

Dan jelas lah bagi kita bahwa memang benar Gedung Bundar berisi Jaksa-jaksa yang “tidak bersih” (walau tidak semuanya dan ada juga yang “bersih”). Dan seandainya Bung Arman membela mantan anak buahnya dalam buku tersebut, sangat disayangkan……..

Saya ingin segera membacanya……. Mudah-mudahan akan menambah wawasan hukum saya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar