Berbohong
merupakan senjata terakhir manakala seseorang terjebak pada situasi
yang tak memungkinkan untuk berkata sebenarnya. Setelah melakukan satu
kali kebohongan, mau tak mau ia harus berbohong kedua dan mungkin
seterusnya untuk menutupi kebohongan pertama.
Sementara mereka yang berbohong ini sama seperti menyembunyikan sesuatu. Sadar atau tidak mereka menyimpan
rasa bersalah yang harus ia tampung sendiri. Hal ini sama dengan
menyimpan bom dalam tubuh karena baik berbohong, menyembunyikan fakta
atau menyimpan rasa bersalah membuat tubuh mengeluarkan hormon stres
yang menyebabkan denyut jantung berdetak lebih kencang, nafas meningkat,
pencernaan melambat, dan hipersensitif pada saraf dan otot, hal ini
seperti yang dikatakan oleh MD Saundra Dalton-Smith, penulis Set Free to
Live Free: Breaking Through the 7 Lies Women Tell Themselves.
Dalam jangka waktu lama, berbohong dapat menyebabkan meningkatnya resiko
penyakit jantung koroner, stroke, Kanker, diabetes, dan gagal jantung.
Dr Smith dalam Bettyconfidential menyatakan meningkatnya tekanan darah
dalam hati menjadikan beberapa penyakit berbahaya muncul.
Pada
November 2010, Departemen Psikologi Universitas Ghent di Belgia
mengadakan penelitian yang akhirnya dimuat dalam jurnal Consciuosness
and Cognition, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kejujuran
yang dimiliki seseorang akan mejadi perisai sehingga menyulitkan ia
untuk berbohong. Sebaliknya, seseorang yang terbiasa berbohong akan
melakukan hal tersebut secara kontinyu dan terus menerus. Semakin lama
dan semakin banyak kuantitas Anda berbohong, semakin tinggi resiko
penyakit berbahaya bersarang dalam tubuh Anda.
Tidak hanya
memperberat kerja jantung dan meningkatkan tekanan darah, berbohong juga
mengancam kesehatan jiwa. Ketika berbohong, berarti Anda melawan hati
nurani. Belum lagi pertentangan batin yang harus Anda alami ketika
berbohong. Tekanan psikologis akan semakin berat jika Anda melakukan
kebohongan lain untuk menutupi kebohongan awal, ditambah lagi
kekhawatiran tentang seseorang yang akan membongkar kebohongan akan
terus menghantui selama Anda belum mengungkapkan yang sebenarnya.
Seperti yang dilansir dalam Sriwijaya Post, Dr Ari F Syam
SpPD-kGEH,MMB,FINASIM,FACP, spesialis penyakit dalam FKUI-RSCM
menyatakan bahwa selama mempertahankan kebohongan akan membuat gangguan
jiwa (Neurosis) baik depresi maupun kecemasan maupun gangguan fisik
akibat kejiwaan berupa penyakit psikosomatik. Psikosomatik adalah
keluhan nyeri fisik yang jika diperiksa secara klinis tidak ada penyebab
atau gangguan fisik yang relevan, namun hal ini diyakini disebabkan
oleh kondisi psikososial tertentu pada seseorang. Contohnya sakit maag
yang disebabkan oleh stres atau sakit perut yang mendadak muncul
dikarenakan cemas karena telah berbohong. Akhirnya dampak kejiwaan juga
berimbas kembali kepada kesehatan fisik.
Beberapa orang
melegalkan kebohongan untuk kebaikan hingga terbawa arus menjadikan
kebohongan sebagai hal yang wajar. Tidak ada salahnya dengan niat
melindunginya agar dia tak terluka dengan fakta yang ada, bagaimanapun
fakta yang sebenarnya akan terkuak dan cepat atau lambat hal itu juga
akan melukai hatinya. Daripada berbohong dengan alasan demikian,
sebaiknya menggunakan pemilihan kata yang bagus ketika menyampaikan
fakta walaupun tak semua fakta tersebut selalu menyenangkan. Tambahkan
penguatan berupa penghiburan agar dia tak terluka hatinya. Hal ini lebih
baik daripada Anda berbohong, melukai hatinya serta menimbulkan dampak
yang kurang baik bagi jiwa dan raga Anda sendiri.
Dengan
melakukan hal tersebut, berarti Anda mengurangi potensi untuk berbohong.
Seperti yang telah dijelaskan di awal pembahasan, sekali berbohong akan
berbuntut panjang dengan kebohongan yang lain. Karena itu berusahalah
untuk jujur dan mengungkapkan segala sesuatu apa adanya. Hal itu lebih
bermanfaat bagi orang lain dan diri Anda sendiri, bukan begitu?
isi artikel saya dapatkan dari yahoo answers, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Salam Ramadhan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar