Rabu, 02 September 2009

AYAH


Ayah...! Insya Allah semua orang di dunia ini punya Ayah. Barangkali yang tidak punya Ayah hanyalah Nabi Isa AS, yang mana keberadaan beliau berasal dari suatu dzat Allah yang ditiupkan ke dalam rahim Ibunya, Maryam.

Saya tiba-tiba ingin menulis tentang Ayah... Inspirasi utama adalah membayangkan anak saya, Zhafira Mazaya, yang selalu menangis bila dia mendengar alunan MP3 "Ayah" milik Seuriues Band di hp ibunya. Dia terlalu menghayati lagu tersebut, sehingga bisa tiba-tiba menangis teringat saya. Ya, memang sudah 3 (tiga) bulan kami berpisah, sejak saya ditugaskan di Samadua, Aceh Selatan. Walaupun pada waktu tertentu saya menyempatkan diri untuk pulang, tentu saja tidak cukup untuk membuat dia tidak menangis bila teringat saya. Apalagi mendengar suara serak-serak basah Candil menyanyikan lagu itu.....

Selain faktor saya pribadi, yang juga telah menjadi seorang Ayah, tentu faktor lain adalah karena saya punya seorang Ayah yang sangat luar biasa yang telah menjadi panutan kami selama ini. Saya sendiri tidak memanggilnya Ayah, namun sejak kecil sudah biasa memanggil Bapak.....

Bapak saya, Tgk Aminullah Amin, adalah asli putera kelahiran Leubu Me, Kacamatan Makmur, Kabupaten Bireuen, 60 tahun yang lalu. Ayahnya adalah Tgk.M.Amin Yusuf, konon berasal dari Pante Gajah, Peusangan dan Ibunya, Aminah Luwi merupakan wanita asli dari Leubu yang merupakan anak dari Tgk Luwi (seorang Peutuha---Keuchik pada masa kolonial). Dari cerita almarhum nenek, saat saya masih SMP, dikisahkan bahwa diantara beberapa puteranya, hanya Bapak sayalah yang lancar menempuh pendidikan umum maupun pendidikan agama. Bukan berarti mengesampingkan paman-paman saya, bukan...! Mereka para paman saya juga punya kisah tersendiri, yang berbeda dengan Bapak saya.
Bapak saya sejak kecil sudah dibiasakan disiplin oleh nenek, baik dalam hal pendidikan maupun pengajian. Jadilah Aminullah kecil seorang yang patuh pada orangtuanya, pagi sekolah, malam hari mengaji pada Tgk Hasan di Leubu Me. Karena sejak kecil sudah lurus-lurus saja, jadilah ia sebagai santri kesayangan Tgk Hasan. Kemudian saat remaja, Bapak sekolah di PGA Geurugok, juga menjadi kesayangan Tgk Usman Maqam, salah seorang ulama kharismatik. Semua cerita ini saya dapatkan dari nenek, saat beliau masih hidup.

Kemudian pada saat berumur 23 tahun Bapak menikahi Ibu, yang saat itu merupakan adik kelasnya di PGA. Lebih kurang 2 tahun kemudian, lahirlah saya ke dunia, sebagai anak lelaki pertama dalam keluarga. Kehidupan keluarga muda Aminullah-Aisyah serba kekurangan. Pada saat itu Bapak hanyalah seorang Pegawai Honorer di Kantor Camat Makmur, dengan gaji tidak cukup untuk beli beras, apalagi membeli kebutuhan lainnya. Disamping itu juga Bapak sempat mengajar pada MTsaIN Geurugok (sekarang MTsN), juga sebagai guru bakti, yang tidak punya penghasilan yang jelas. Namun hidup harus terus berjalan. Pada waktu senggang, Bapak tidak malu untuk membawa hasil kebun ke pasar, untuk menunjang kebutuhan pokok, yang rasanya juga tidak pernah cukup. Beliau seorang yang gigih, dan saya rasa itu salah satu yang membuat Ibu saya tertarik untuk menjadi isteri Bapak.

Waktu terus berlalu, untuk membantu Bapak, Ibu saya juga mengajar sebagai Guru Honorer di SD Negeri Leubu. Juga menerima jahitan, serta menerima upahan dari menganyam tikar pandan dari orang-orang kampung. Tahun 1976, lahirlah adik perempuan saya, Tuti Liana. Kehidupan kami masih juga prihatin. Namun dengan semangat tinggi, Bapak dan Ibu terus berjuang menghidupi anak-anaknya.

Sebagai seorang Ayah, saya sangat merasakan bimbingannya. Kami sejak kecil sudah dibiasakan disiplin. Dalam hal mendidik kami, Bapak adalah seorang yang tegas, namun sangat sayang pada anak-anaknya. Saya masih ingat, saat saya kecil, karena saya melanggar aturannya, membolos pengajian, pernah menghukum saya dengan mengurung di kamar. Pada saat yang lain, saya juga dihukum dalam bentuk yang lain. Terus terang saja, karena itulah, saya harus berterima kasih. Kalau saja kami dulu dididik dengan manja, entah apa jadinya kami, sekarang.

Selanjutnya adalah soal karir beliau. Tahun 1979, adalah tahun dimulainya era baru dalam perkembangan karir Bapak selanjutnya. Beliau diangkat jadi PNS, golongan rendah, bukan sebagai Guru, namun sebagai Tenaga Administrasi pada Kantor Camat. Sudah cukup untuk memulai langkah membangun masa depan keluarga. Saat itu, si Tuti adalah adik saya satu-satunya. Baru beberapa tahun kemudian, tiga adik yang lain melengkapi keluarga besar kami.

Pada tahun 1986, Bapak dipindah tugaskan ke Kantor Camat Gandapura. Beliau masih pegawai golongan rendah. Namun waktu dan kesempatan selalu dimanfaatkan oleh Bapak untuk belajar dan belajar. Karena ketekunannya, beberapa Camat yang bertugas disana, terus mempercayai Bapak untuk terus berkembang. Sampai pada akhirnya, Bupati Bireuen mempercayai-nya sebagai Camat Gandapura pada tahun 2004, setelah sebelumnya sempat menjadi Sekcam selama tiga tahun. Menjadi Camat adalah jenjang tertinggi pengabdiannya sebagai aparat birokarsi. Kepercayaan itu tidak pernah diimpikan, sehingga Bapak memaknai-nya sebagai sebuah tanggung jawab. Namun seiiring dengan karir-nya, kehidupan kami mengalami peningkatan, walau bukan jadi orang kaya, setidaknya sudah dalam katagori sederhana. Alhamdulillah, Bapak, dengan dibantu Ibu, sanggup mendidik saya beserta adik-adik menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
Pada tahun 2007, kesempatan Bapak berkarir telah habis. Pensiun sebagai PNS. Dengan berbagai pengalamannya sebagai abdi masyarakat, ditunjang oleh sifatnya yang tidak bisa diam, beliau tetap aktif dalam kemasyarakatan. Pada bidang agama, Bapak masih dipercayakan sebagai Imuem Chiek Mesjid AL-IKHLAS Leubu Me, Kecamatan Makmur, dari 1996 sampai sekarang.

Pada tahun 2007, setelah pensiun, Bapak memulai babak baru dengan terjun ke politik. Walaupun belum sepenuhnya, namun sudah aktif menjadi anggota Tim Kampanye Calon Bupati/Wakil Bupati Bireuen, Drs.Anwar Idris/Syahrizal H.Saifuddin, yang diusung oleh PPP. Pada saat itu juga beliau tercatat sebagai anggota PPP. Setelah Pilkada Bupati Bireuen selesai, aktifitas di partai mulai menurun, namun Bapak masih meluangkan waktu untuk belajar. Disamping mengsisi waktu senggang, juga sebagai persiapan, seandainya menjadi Caleg pada Pemilu 2009. Tahun 2008, saat tahapan Pemilu baru dimulai, Bapak sudah mulai menghitung peluang. Seringkali terlibat diskusi dengan saya. Pengalaman saya sebagai Anggota KPU Bireuen selama lima tahun, membawa pencerahan tersendiri. Setidaknya beberapa pengalaman saya, berguna sebagai referensi bagi Bapak.
Nah, saat itu, walaupun Bapak mengantongi KTA sebagai kader PPP, beberapa Partai lain terus saja menawarkan posisi Caleg pada beliau. Hal yang wajar, karena beliau adalah seorang tokoh masyarakat. Namun beliau selalu menolak. Akhirnya Bapak benar-benar menolak dan memutuskan, tidak mau menjadi Caleg dari partai manapun. Pada kesempatan itu juga beliau mengundurkan diri sebagai kader PPP.

Pencalonan Caleg sudah pada hari-hari terakhir, ketika sebuah tawaran dari Partai Demokrat, menghentak lamunan saya. Melalui perantaraan saya-lah, pengurus Partai tsb mengajak Bapak untuk membantu mewujudkan visi dan misi SBY, dengan menjadi Caleg untuk DPRK Bireuen. Pada awalnya Bapak menolak, sampai akhirnya saya berhasil meyakinkannya. Jadilah beliau sebagai Caleg Partai Demokrat untuk DP Bireuen 4.


Mengingat kondisi keuangan kurang memungkinkan, kampanye yang dilakukan hanya dari mulut ke mulut saja. Namun para simpatisan Bapak terus berdatanganke rumah, sebagai wujud dukungan kepada beliau.  Kalaupun ada atribut kampanye dalam bentuk baliho, itu merupakan sumbangan dari Partai dan atau Caleg DPR RI yang berharap suara dari Caleg DPRK, ikut mendukung mereka juga. Tentu ini tidak bisa dipungkiri. Dan Bapak harus mengucapkan terima kasih.

Akhirnya setelah penghitungan suara selesai, Partai Demokrat Bireuen mendapatkan empat kursi DPRK, dengan Bapak salah seorang yang memperoleh kursi. Mungkin, karena berbagai pertimbangan, keberadaan Bapak di Partai sudah diperhitungkan. Walaupun tidak menjadi pengurus, namun pada Pilpres 2009, malah beliau dipercayakan sebagai Ketua Tim Kampanye SBY-Boediono Kabupaten Bireuen. Alhamdulillah, Pilpres berlangsung sukses.

Dan saat ini, Tgk Aminullah Amin, sudah dilantik sebagai Anggota DPRK Bireuen, dan dipercayakan oleh partainya sebagai salah seorang Pimpinan Dewan (Wakil Ketua DPRK Bireuen). Bagi kami sekeluarga, jabatan ini bukanlah suatu kebanggaan yang luar biasa. Namun, bagi kami, bagaimana jabatan tersebut sebagai amanah dapat dijaga dengan baik oleh pengembannya, dalam hal ini adalah Bapak. Dalam do'a, saya selalu berharap, agar Allah SWT menjaga sikap Bapak sebagai wakil rakyat. Mudah-mudahan akan menjadi catatan baik sebagai amalan di hari akhirat, bukan malah sebagai penghalang untuk mendapat perlindungan Allah di hari akhir.

Mukhlis Aminullah.
Bekerja di Samadua, Aceh Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar