Prabowo Subianto, Capres Partai Gerindra
Di tengah-tengah hantaman krisis global yang meluluhkan jantungnya
tatanan ekonomi kapitalis, Amerika dan Eropa, calon presiden (capres)
Prabowo Subiyanto berteriak lantang. Ia mencoba membuka dan menunjukkan
jalan keluar yang seharusnya dilakukan, khususnya oleh Indonesia.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang dianugrahi
Allah SWT berbagai sumber kekayaan alam dan sumber daya insani yang
tahan banting, negeri ini seharusnya tak terseret dalam pusaran krisis.
Mantan Pangkostrad dan Komjen Kopasus ini melihat, jika sumber daya alam
yang dimiliki negeri ini diolah dengan baik, apalagi oleh SDM kita
sendiri, akan menciptakan jutaan lapangan kerja bagi anak bangsa yang
saat ini menganggur. Prinsip yang Ia perjuangkan ternyata sangat
sederhana yakni, kesejahteraan. Obsesi untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyatlah yang mengantarkan putra begawan ekonomi Soemitro
Djojohadikusumo ini memutuskan untuk berkompetisi dalam pemilihan
presiden mendatang.
Pada Sabtu (16/2), Ketua Umum Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya)
ini menghadiri grand launching Sabili On Air 1530 AM dan Cyber Sabili
www.sabili.co.id. Kehadiran Prabowo pada acara yang berlangsung di Graha
Sabili Jl Cipinang Cempedak III No 11 A, Polonia, Jakarta Timur ini,
sempat disinggung oleh Ketua DPR-RI Agung Laksono saat memberikan
sambutan, ”Sebagai tetangga Sabili, saya sampaikan selamat datang pada
Pak Prabowo. Berbeda dengan saya, beliau nyapres saya hanya nyaleg
saja,” candanya.
Seusai acara, Ketua Umum HKTI ini, melakukan perbincangan dengan Herry
Nurdi, Chairul Akhmad dari Sabili dan Fotografer Arief Kamaludin.
Perbincangan difokuskan pada isu pengelolaan negara dan hal-hal yang
akan diperjuangkannya jika terpilih menjadi presiden. Diskusi santai
tapi serius ini berlangsung di studio Sabili On Air, sekaligus melakukan
siaran off air yang akan ditayangkan beberapa pekan mendatang.
Berikut petikannya:
Apa motivasi Anda mengusung Gerindra berpihak pada rakyat kecil?
Saya kira akal sehat. Kita ini bangsa merdeka, ingin membangun negara
agar sejahtera. Ternyata setelah 63 tahun merdeka, rakyat tidak
sejahtera. Padahal kita menyadari Allah SWT menganugrahi bangsa ini
sumber daya alam yang berlimpah. Kita ini satu dari 5 atau 6 negara
besar di dunia yang diberi tambang mineral dan komoditas yang begitu
kaya. Kita juga menempati zona tropis, letaknya di atas garis
khatulistiwa. Sepanjang tahun kita bisa bercocok tanam. Kalau di belahan
selatan atau utara bumi, hanya 4 bulan saja bercocok tanam. Maksimal 6
bulan. Tapi kita bisa sepanjang tahun. Ini berarti kita punya keunggulan
untuk bersaing dengan negara lain.
Bukankah semua pemimpin bangsa kita juga menyadari tentang kekayaan alam negeri ini, tapi rakyat tetap miskin, apa sebabnya?
Setelah saya pelajari, ternyata selama ini ada kesalahan sistem yang
kita terapkan. Sistem neo liberal dan pasar bebas yang kita anut sama
sekali tidak kita kendalikan. Sistem yang kita anut sekarang ini, tidak
sesuai dengan cita– cita para pendiri bangsa ini. Jika kita pelajari UUD
45, ekonomi dirancang sebagai sistem campuran. Artinya, pemerintah
dapat memainkan peranan penting dalam sistem ekonomi ini, karena
faktanya rakyat kita masih sangat miskin. Di setiap negara yang
rakyatnya masih miskin dan tertinggal, tidak bisa pemerintah hanya
menjadi wasit, mengeluarkan dan mengatur regulasi saja. Pemerintah harus
menjadi ujung tombak.
Anda anti Kapitalisme?
Saya tidak anti Kapitalisme. Paham ini boleh saja ada, tapi pemerintah
harus membela mereka yang tertinggal. Sistem yang berjalan sekarang ini
hanya membawa keuntungan bagi segelintir orang saja. Jika terus seperti
ini, berdasarkan data penelitian yang saya miliki, 50 tahun ke depan
rakyat Indonesia akan tetap miskin. Hanya dengan pertumbuhan ekonomi
sekitar 6 atau 7 persen ditopang dengan sistem sekarang ini, tidak
mungkin kita bisa bangkit, siapa pun pemimpinnya.
Kenapa kita tidak bisa bangkit?
Karena kekayaan alam tidak dikuasai oleh bangsa kita. Contoh, bauksit,
bahan baku aluminium. Tiap tahun diekspor dalam bentuk batu mentah.
Ketika sampai di luar negeri diubah menjadi alumunium. Kemudian dijual
dengan harga puluhan kali lipat pada kita. Begitu juga nikel dan
tembaga.
Selain bahan tambang, apalagi?
Karet. Adakah satu ban mobil merek Indonesia? Kelapa sawit. Kita juga
mengekspor. Dari 1997 sampai 2007, nilai ekspor kita surplus Rp 270
triliun. Jika dikalikan, 11 x 27 saja, seharusnya cadangan devisa kita
Rp 297 miliar dolar. Kenyataannya, Bank Indonesia mengumumkan paling
tinggi hanya Rp 61 miliar dolar, Oktober lalu. Sekarang, saya kira
devisa kita sangat menurun, di atas Rp 40 miliar sudah bagus.
Ke mana yang Rp 257 miliar dolar?
Ini bukti bahwa kekayaan kita mengalir ke luar. Jika ini diteruskan, 50
tahun lagi kita akan terus miskin. Ada keanehan, kucuran dana pemerintah
mengalir untuk kredit apartemen mewah. Ini tak masuk akal. Kalau untuk
apartemen, orang kaya tak usah dibantu. Orang miskin yang seharusnya
mendapat kredit. Mereka tidak banyak perlunya, Rp 3–5 juta saja. Ini
yang memerlukan reorientasi strategis.
Anda memiliki bukti, pemerintah membantu pembangunan apartemen mewah?
Beberapa minggu lalu, Bank Mandiri mengumumkan dukungannya pada proyek
apartemen mewah di Kemang dan Kemayoran. Totalnya 3.800 apartemen
senilai Rp 19,9 triliun. Jika dana itu dijadikan 2 juta hektar sawah,
akan ada 12 juta orang menjadi pekerja. Di saat banyak pengangguran,
sawah dan perkebunan bisa menjadi lapangan kerja. Jika panen, dapat
menghasilkan 8 ton per hektar. Totalnya 16 juta ton beras. Tinggal
dikalikan saja dengan harga beras dunia yang mencapai 500 dolar per ton.
Hasilnya, sekitar Rp 80 triliun. Dengan investasi hanya 20 triliun,
tiap tahun untung Rp 60 triliun.
Dengan hasil ini, kita bisa memperbaiki gaji guru, hakim, polisi dan
jaksa agar mereka tak korupsi. Memang gampang berbicara basmi korupsi,
tapi gaji hakim berapa? Kalau hakim miskin, kemudian menangani perkara
korupsi Rp 50 triliun, bagaimana jadinya? Begitu juga guru. Mereka
mengajar pagi sampai siang, sore jadi tukang ojek. Ada lagi guru bantu
yang penghasilannya hanya Rp 200–300 ribu sebulan. Perbaiki gaji mereka!
Lebih dari 80% petani Jawa Barat menunggu panen dengan meminjam uang rentenir. Apa peran pemerintah?
Ini sistem. Harus ada reorientasi total. Seperti Amerika, sejak Juli
tahun lalu, sistem ekonomi mereka hancur. Kemudian Obama muncul.
Sebetulnya, Amerika dan Eropa sudah menyadari bahwa sistem pasar bebas
yang tidak terkendali tidak bisa membawa kesejahteraan rakyat.
Karenanya, pemerintah Inggris, sudah mulai menasionalisasikan perbankan.
Di Amerika juga mulai. Jika terus dibebaskan akan membawa kemelaratan.
Sekarang, jutaan rakyat Amerika kehilangan rumah, ratusan ribu
kehilangan pekerjaan dan industri-industri bangkrut. Yang saya sesalkan,
elite Indonesia tak mau mengakui nasionalisasi.
Tidak mau atau tak berani?
Mungkin tak berani, atau malu-malu kucing. Saya tak mengerti. Menurut
saya, ada ketidakjujuran intelektual. Alan Greenspan, Direktur Bank
Sentral Amerika adalah orang yang paling getol selama 30 tahun
menyuarakan pasar bebas. Begitu ekonomi Amerika hancur karena sistem
ini, ia datang ke kongres, mengakui bahwa ia salah. Ia justru
menyarankan, pasar bebas harus bisa mengoreksi diri. Sayangnya,
pengelola ekonomi Indonesia, di hadapan rakyat, belum ada yang berani
mengatakan bahwa sistem ekonomi yang selama dianut pemerintah keliru dan
harus diubah.
Apakah Anda anti terhadap pengusaha?
Itu tidak benar. Saya sendiri pengusaha. Tapi kalau pengusaha itu
serakah, bagaimana? Kita tetap harus mengatakan yang benar. Pengusaha
menjadi besar, silakan. Tapi yang kecil harus dibela. Bukan yang sudah
kuat yang dibela. Pengusaha serakah sama dengan merampok. Saya anti
rampok. Pengusaha mencari untung boleh, tapi jangan merampok dan
merusak, apalagi merusak kepentingan rakyat.
Lantas, di mana peran pemerintah?
Saya melihat, elite penguasa dan pemerintah kita kurang berpihak pada
rakyat. Contoh, pedagang–pedagang pasar digusur, pedagang kaki lima
dikejar-kejar. Lha wong mereka mau mencari nafkah yang halal kok tidak
boleh. Aneh, penguasa justru tak berpihak pada rakyatnya, malah berpihak
pada pemodal besar. Ini yang saya sesalkan. Karena itulah saya terjun
ke politik. Saya ingin mengubah sistem ini, mengajak dan merangkul
rakyat kecil mengubah nasibnya sendiri, bukan orang lain.
Dulu, keluarga Anda sangat berpengaruh bagi proses pembangunan Indonesia. Sejauh mana pengaruhnya untuk Anda?
Memang, saya dibesarkan oleh keluarga yang ikut dalam perjuangan
republik ini. Saya lahir tahun 1951. Suasana rumah saat itu masih sangat
republikan. Inilah yang mempengaruhi dan membentuk watak dasar saya,
yang mempengaruhi pendirian–pendirian saya saat ini. Sebagai elite,
seharusnya membela rakyat. Tolak ukur kemerdekaan adalah sejahteranya
rakyat. Kalau rakyat tidak bekerja, susah makan, tidak bisa
menyekolahkan anak, berarti tidak merdeka. Malu mengatakan bangsa ini
telah merdeka.
Perjuangan membela rakyat seperti apa yang pernah Anda alami?
Dalam membela kepentingan dan kesejahteraan rakyat kita sampai
mempertaruhkan nyawa. Tapi, setelah sekian puluh tahun merdeka, rakyat
masih saja tak sejahtera. Kemudian, saat ini kita ulangi lagi kesalahan
yang sama. Mall dan hypermart dibangun terus tanpa perencanaan yang
matang. Saya tidak anti keduanya. Tapi jangan mengorbankan rakyat kecil,
pedagang kaki lima, pasar-pasar tradisional dan basis-basis ekonomi
rakyat lainnya. Jadi, gerakannya itu sejajar. Jangan yang ini menang
yang lainnya habis.
Jadi harus ada keseimbangan dalam pembangunan?
Sekarang, pedagang pasar di seluruh Indonesia yang tercatat lebih dari 6
juta orang. Pasar tradisional yang tercatat di seluruh Indonesia
mencapai 13.365. Jika mereka digusur, akan terjadi pemiskinan masal. Di
Kota Paris saja, tempat tinggalnya pemilik Carrefour, tak ada satu pun
counter Carrefour berdiri di tengah kota. Demikian juga dengan Wall
Mart, tidak ada yang berdiri di tengah-tengah kota di Amerika. Di
Indonesia kan tidak. Kasihan rakyat kecil. Ini yang saya tak mengerti.
Penguasa seharusnya berpikir untuk rakyat banyak agar seimbang.
Generasi muda sekarang menganggap, jadi petani tak keren. Menurut Anda?
Kita harus waspada. Sekarang, usia rata–rata petani kita di atas 45
tahun. Anak–anak mereka diprogram untuk hijrah ke kota, mencari
pekerjaan atau menjadi tukang ojek. Anak-anak petani ini melihat taraf
hidup bapaknya tidak seimbang dengan jerih payah yang dilakukannya
selama ini. Padahal mereka adalah produsen. Coba bayangkan, apa jadinya
jika petani kita hanya menanam untuk kepentingan sendiri, tidak mau
menjual hasilya? Contoh lain, soal kelangkaan pupuk, kita sudah
mengingatkan pemerintah, tapi dibantah. Akhirnya petani pun marah,
mereka menghadang truk dan membongkar gudang pupuk. Baru pemerintah
sadar. Ini semua akibat sistem yang salah.
Jika Anda mengubah sistem, bukankah akan menjadi ancaman bagi penganut ekonomi neo liberal?
Dalam ekonomi liberal ada paham trickle down. Kekayaan segelintir orang
akan menetes ke bawah. Bukan bottom up. Untuk menciptakan kesejahteraan
rakyat itu bottom up. Hanya saja, elit sekarang tak percaya diri. Kita
menganggap, semua orang Barat pintar dan baik. Saya tak mengajak untuk
anti Barat. Tapi kita harus pilih–pilih, ada saja pemikir Barat yang
benar. Pemenang hadiah Nobel, Joseph Stiglitz, lama mengkritik Bank
Dunia karena tak membawa kesejahteraan. Negara yang dibantu bukannya
sejahtera malah makin tergantung. Akhirnya, ia dipecat dari Bank Dunia.
Demi kemajuan, seharusnya arah bangsa ini ke mana?
Kita maunya, bangsa ini berdiri sendiri. Kita negara yang kaya raya.
Kita memiliki 58 juta hektar hutan rusak. Jika tak diperbaiki akan
mubazir. Jika kita tanami pohon aren 4 juta hektar saja, kita akan
menjadi produsen bioethanol dunia. Tiap hektarnya akan mempekerjakan
minimal 12 orang, seperti dipraktikkan dalam skala kecil di Minahasa.
Jika sukses, kita akan menjadi net exporter energy biofuel. Satu hektar
pohon Aren menghasilkan 20 ton ethanol per tahun. Ethanol dari pohon
Aren ini khas Indonesia, tak ada di negara lain. Ethanol ini bisa
menggantikan solar, premium dan minyak tanah, sekaligus mengurangi emisi
karbon. Eropa sudah siap membeli berapa pun produksi kita.
Apa yang bisa meyakinkan rakyat bahwa Anda layak menjadi presiden?
Saya memiliki keyakinan bahwa kunci keberhasilan negara adalah
kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan ini berarti, setiap orang punya
pekerjaan layak, penghasilan cukup, pendidikan murah dan mudah diakses.
Jika sakit, pemerintah menjamin layanan kesehatan bagi rakyatnya.
Listrik dan air bersih tersedia dengan harga murah. Jika semua ini belum
bisa kita berikan, kita belum sejahtera.
Jika Anda menjadi presiden, bagaimana sikap Anda terhadap Palestina?
Konsisten dengan sikap bangsa Indonesia selama ini. Kita bersatu membela
perjuangan rakyat Palestina. Saya yakin, sebagian besar rakyat
Indonesia mendukung berdirinya negara Palestina merdeka. Saya juga
sangat dekat dengan tokoh–tokoh Timur Tengah. Jadi, keberpihakan saya
sangat jelas. Tapi begini, jika Indonesia yang berpenduduk Islam
terbesar di dunia miskin terus, suara kita tak disegani. Kita mau
membantu apa? Agar disegani, rakyat kita harus makmur. Bangsa-bangsa di
dunia segan dengan 4 juta penduduk Singapura karena mereka makmur.
Anda bisa buktikan jika miskin akan diremehkan?
Saya pernah naik taksi di Kuala Lumpur. Bersama rekan–rekan, saya janji
jika ditanya jangan mengaku dari Indonesia. Supir taksi bertanya dari
mana? Kemudian kita jawab Filipina. Lalu, ia ngoceh, “Negara Anda lebih
baik tak seperti Indonesia. Orang-orang Indonesia itu sangat bodoh.
Sebetulnya Indonesia negara besar dan kaya, tapi rakyatnya miskin karena
pemimpinnya ribut terus.” Kita ditertawakan oleh tetangga. Jika kita
tak bisa menjaga anugrah Allah, bagaimana menyelesaikan masalah
internasional? Kita sendiri tak bisa menyejahterakan rakyat? Pemimpin
kita harus mencari pinjaman luar negeri, tapi pemerintah bagi–bagi uang
melalui BLT, Itu semua kan uang pinjaman. Ini yang menyedihkan.
Jika Anda memimpin, berani tidak mengatakan jangan ganggu urusan dalam negeri pada dunia internasional?
Menurut saya, tak perlu emosional. Contoh, Bung Karno. Dia pejuang
kemerdekaan. Pernah masuk penjara. Jiwanya revolusioner. Saya rasa kita
harus cool saja. Masalah yang kita hadapi adalah kemiskinan. Saya akan
mengatakan pada negara–negara besar di dunia bahwa kita ingin menjadi
sahabat. Di hadapan tokoh-tokoh Amerika, saya berbicara bahwa ingin
menjadi teman, bukan pion mereka. Bangsa Indonesia bukan bangsa kacung,
tapi juga tidak mau menjadi musuh.
Apa platform Anda dalam berpolitik?
Platform saya ekonomi kerakyatan dan reorientasi strategi pembangunan.
Saya yakin, perbaikan ekonomi berasal dari bawah. Kita bisa jadi pemasok
pangan dunia. Reorientasi pembangunan kita juga mendesak untuk diubah.
Terkadang, dalam melakukan orientasi tak selalu dengan nasionalisasi,
karena kita sudah memiliki banyak BUMN. Mungkin saya satu–satunya
pemimpin politik yang tegas menolak privatisasi BUMN. Saya akan
menggunakan BUMN sebagai ujung tombak perbaikan ekonomi bangsa. Ekonomi
Singapura saja, 80%-nya dikuasai BUMN. Kenapa kita menjual aset BUMN?
sumber: Majalah SABILI
Wawancara dilakukan 5 tahun lalu pada saat sebelum Pemilu 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar