Rabu, 29 Januari 2014

RENDAH HATI

A.Rendah Hati
 
Rendah hati, dalam istilah agama Islam disebut dengan tawadhu’. Yakni suatu sifat mulia yang menjadikan seseorang tidak merasa lebih baik, lebih hebat, lebih tinggi, atau lebih segala-galanya daripada orang lain.

Adapun kebalikan dari tawadhu’ adalah takabur, yang berarti sombong, tinggi hati, atau merasa diri paling baik, paling hebat, dan sebagainya daripada orang lain.

Allah SWT berfirman:

وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqan [25] : 63)

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
 

“Sedekah itu tidak mengurangi harta, dan tidaklah seseorang itu suka memberi maaf kecuali Allah angkat dia menjadi mulia, dan tidaklah seseorang berendah hati kecuali Allah akan angkat derajatnya.” (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Filosofi padi mengatakan: “Semakin berisi, semakin merunduk.” Ya, seperti itulah gambaran rendah hati yang diibaratkan seperti padi.

B. Berbaik Sangka

Berbaik sangka, dalam istilah agama Islam disebut dengan husnuzhan. Adapun lawan dari husnuzhan adalah su’uzhan, yang berarti berburuk sangka.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (Q.S. Al-Hujurat: 12)

C. Belajar Rendah Hati dan Husnuzhan kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani

Termaktub dalam kitab Nasha’ihul Ibad karya Syaikh Muhammad an-Nawawi al-Jawi di Bab ats-Tsulatsi maqalah ke-21, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Jika engkau bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau memandang bahwa orang tersebut lebih utama daripada dirimu. Katakana dalam hatimu, ‘Boleh jadi dia lebih baik dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah daripada diriku.’”

Jika dia orang yang lebih kecil dan lebih muda umurnya daripada dirimu, maka katakanlah dalam hatimu, “Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa. Maka tidak diragukan lagi bahwa derajat dirinya jauh lebih baik daripada aku.”

Jika dia orang yang lebih tua, maka hendaklah engkau mengatakan dalam hatimu, “Orang ini telah lebih dulu beribadah kepada Allah daripada diriku.”

Jika dia orang yang alim, maka katakanlah dalam hatimu, “Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.”

Jika dia adalah orang yang bodoh, maka katakana dalam hatimu, “Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada-Nya padahal aku mengetahuinya (tidak bodoh). Aku tidak tahu dengan apa umurku akan diakhiri oleh Allah swt, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah. Boleh jadi orang bodoh itu mati husnul khatimah, sedangkan aku su’ul khatima.”

Jika dia adalah orang kafir, maka katakana dalam hati, “Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam lalu menyudahi seluruh amalan buruknya dengan amal-amal shalih. Aku pun tidak tahu, bisa jadi pula aku justru terjerumus dalam kekafiran lalu menyudahi seluruh amalan baikku dengan amal-amal yang buruk.”

Semoga Allah mengangkat derajat kita sebagai hamba yang mulia di sisi-Nya. Kemuliaan di sisi Allah inilah yang kita cari dan tuju, bukan mencari-cari kemuliaan dengan segala cara di sisi manusia. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling takwa.” (QS. Al-Hujrat 13 )

Mukhlis Aminullah
sumber: dari berbagai web

Tidak ada komentar:

Posting Komentar