A.Rendah Hati
Rendah
hati, dalam istilah agama Islam disebut dengan tawadhu’. Yakni suatu
sifat mulia yang menjadikan seseorang tidak merasa lebih baik, lebih
hebat, lebih tinggi, atau lebih segala-galanya daripada orang lain.
Adapun kebalikan dari tawadhu’ adalah takabur, yang berarti sombong,
tinggi hati, atau merasa diri paling baik, paling hebat, dan sebagainya
daripada orang lain.
Allah SWT berfirman:
وعباد الرحمن الذين يمشون على الأرض هونا وإذا خاطبهم الجاهلون قالوا سلاما
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqan
[25] : 63)
Rasulullah SAW juga bersabda:
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا
وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah itu tidak mengurangi harta, dan tidaklah seseorang itu suka
memberi maaf kecuali Allah angkat dia menjadi mulia, dan tidaklah
seseorang berendah hati kecuali Allah akan angkat derajatnya.” (HR.
Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Filosofi padi
mengatakan: “Semakin berisi, semakin merunduk.” Ya, seperti itulah
gambaran rendah hati yang diibaratkan seperti padi.
B. Berbaik Sangka
Berbaik sangka, dalam istilah agama Islam disebut dengan husnuzhan.
Adapun lawan dari husnuzhan adalah su’uzhan, yang berarti berburuk
sangka.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” (Q.S.
Al-Hujurat: 12)
C. Belajar Rendah Hati dan Husnuzhan kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
Termaktub dalam kitab Nasha’ihul Ibad karya Syaikh Muhammad an-Nawawi
al-Jawi di Bab ats-Tsulatsi maqalah ke-21, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
berkata: “Jika engkau bertemu dengan seseorang, hendaklah engkau
memandang bahwa orang tersebut lebih utama daripada dirimu. Katakana
dalam hatimu, ‘Boleh jadi dia lebih baik dan lebih tinggi derajatnya di
sisi Allah daripada diriku.’”
Jika dia orang yang
lebih kecil dan lebih muda umurnya daripada dirimu, maka katakanlah
dalam hatimu, “Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa
kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa.
Maka tidak diragukan lagi bahwa derajat dirinya jauh lebih baik
daripada aku.”
Jika dia orang yang lebih tua, maka
hendaklah engkau mengatakan dalam hatimu, “Orang ini telah lebih dulu
beribadah kepada Allah daripada diriku.”
Jika dia
orang yang alim, maka katakanlah dalam hatimu, “Orang ini telah diberi
oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang
tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui,
dan telah mengamalkan ilmunya.”
Jika dia adalah
orang yang bodoh, maka katakana dalam hatimu, “Orang ini durhaka kepada
Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada-Nya padahal aku
mengetahuinya (tidak bodoh). Aku tidak tahu dengan apa umurku akan
diakhiri oleh Allah swt, apakah husnul khatimah atau su’ul khatimah.
Boleh jadi orang bodoh itu mati husnul khatimah, sedangkan aku su’ul
khatima.”
Jika dia adalah orang kafir, maka katakana
dalam hati, “Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam lalu
menyudahi seluruh amalan buruknya dengan amal-amal shalih. Aku pun tidak
tahu, bisa jadi pula aku justru terjerumus dalam kekafiran lalu
menyudahi seluruh amalan baikku dengan amal-amal yang buruk.”
Semoga Allah mengangkat derajat kita sebagai hamba yang mulia di
sisi-Nya. Kemuliaan di sisi Allah inilah yang kita cari dan tuju, bukan
mencari-cari kemuliaan dengan segala cara di sisi manusia. Allah swt
berfirman: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah yang paling takwa.” (QS. Al-Hujrat 13 )
Mukhlis Aminullah
sumber: dari berbagai web
Tidak ada komentar:
Posting Komentar