Rabu, 25 September 2013

KOMPETENSI DASAR FASILITASI

Pada bab ini dibahas tentang kompetensi atau kemampuan dasar yang minimal harus dimiliki oleh seorang fasilitator atau trainer. Kompetensi ini diharapkan dapat membawanya pada beberapa kemudahan atau perubahan selama proses fasilitasi. Kemudahan dalam penyampaian pesan, sehingga mudah dipahami peserta. Artinya, secara teknis materi sudah disiapkan dengan memperhatikan karakteristik peserta. Kesiapan mental dan fisik dalam menempatkan diri selaku fasilitator atau trainer. Serta kemampuan psikologis yang dapat membawanya sebagai ‘teman diskusi’ dan bukan terjebak menjadikan dirinya ‘penceramah’.

Sikap Dasar Fasilitator

Minat
Para fasilitator dalam menyampaikan pesan tentang penyakit tropis (Demam Berdarah atau TBC), hendaknya memiliki minat besar pada materi yang akan disampaikannya. Terlebih lagi, jika fasilitator tersebut selain memahami teori juga memiliki pengalaman pada materi terebut. Pengalaman sebagai petugas penyuluh, ketua RT/RW, konsultan, atau pengamat dari persoalan yang akan didesiminasikannya.
Hal ini akan membedakannya dengan pemateri atau fasillitator yang hanya memiliki pemahaman teoritis saja.  Pengalamannya di ’lapangan’ akan membantunya menemu-kenali dan memberikan solusi atas persoalan yang kerap dijumpai peserta. Suasana lokakarya atau pelatihan akan lebih ’membumi’ dengan cerita dan tips seputar pengalaman sang fasilitator maupun peserta itu sendiri.
Jadi perwujudan minat besar fasilitator pada materi yang sedang digagas, akan dapat terlihat. Pertanyaaan peserta seputar permasalahan yang dihadapinya, akan dapat dijawab fasilitator berdasarkan ’jam terbangnya’ menggeluti permasalahan yang ditanyakan peserta tersebut.  Penguasaan substansi pembicaraan baik spesifik maupun umum, serta referensi pengetahuan yang selalu up to date, juga akan memancarkan minat besar fasilitator/trainer pada persoalan yang sedang dibicarakan.


Jadi narasumber lebih bersifat sebagai motivator. Dengan demikian peserta pelatihan akan lebih berpartisipasi dalam pelatihan. Jadi pengetahuan yang ada diangkat dari peserta lalu didiskusikan bersama. Hasilnya, peserta akan lebih termotivasi untuk mengetahui lebih banyak materi yang telah didapatkannya.
Mengapa pola ini bisa Anda terapkan?  Pertama, setiap orang ingin diapresiasi. Kedua, setiap orang memiliki inner potential dalam diri mereka masing-masing. Ketiga, setiap orang memiliki pengalaman yang patut di dengarkan.
Setiap peserta perlu mendapat apresiasi yang baik dari pelatih, fasilitator, narasumber maupun dari sesama peserta. Dengan memberikan apresiasi terhadap setiap pendapat yang disampaikan peserta maka peserta tersebut akan merasa mendapat ruang untuk berekspresi. Dengan sendirinya, peserta itu akan terus termotivasi untuk menyampaikan pikiran-pikirannya apakah dengan cara berbicara dalam forum atau dengan menuliskannya di kertas plano lalu disampaikan di depan forum lokakarya/pelatihan. 

Empati
Sebagai fasilitator anda haruslah mampu menempatkan diri dalam situasi yang dihadapi orang lain guna memahami perspektif yang mereka miliki terhadap isu-isu tertentu.
Salah satu cara untuk menunjukkan sikap empati, bisa dengan meminta peserta menyampaikan pengalaman, keluh-kesah, atau perasaannya pada satu persoalan tertentu. Metode ‘memancing cerita’ dari peserta ini bisa diterapkan di awal lokakarya. Baik ketika pesertanya homogen maupun heterogen. Perlu sikap empati dan sedikit hati-hati, kalau menghadapi peserta yang beragam. Apalagi jika ada dua pihak peserta yang berseberangan, dan potensial bisa saling menghujat sikap ‘lawannya’. 
Ketika memfasilitasi masyarakat yang sulit sekali untuk diajak melakukan kegiatan bersama-sama, dibutuhkan seorang fasilitator yang mampu memberikan motivasi tersendiri untuk melakukan kegiatan secara bersama. Anda bisa mempersiapkan instrumen yang memberikan jaminan pendekatan partisipatif. Langkah berikutnya, merancang kegiatan fasilitasi yang efektif dalam kelompok masyarakat. Dan hasilnya, benar-benar menakjubkan. Peserta sangat senang ketika harus bermain, menyanyi, tertawa, disamping dari sisi materi (content) lokakarya mereka juga mendapatkannya.
Empati yang dibangun seperti ini, bertolak pada pengalaman memfasilitasi melalui pendekatan andragogy. Orang dewasa pada dasarnya lebih menyukai hal-hal yang menyenangkan, meriah seperti halnya kanak – kanak ketika bermain. Sehingga media yang dipilih seputar gambar-gambar dan berbagai macam warna yang menarik sekaligus mudah untuk diingat

Berpikir Positif
Pentingnya sikap berpikir positip bagi fasilitator, bisa dilakukan dalam setiap lokakarya dengan terlebih dahulu menjajaki harapan peserta terkait dengan materi pelatihan, lalu disandingkan dengan arah global dan output yang diharapkan dari setiap bagian materi utama.
Ketika berhadapan dengan anggota masyarakat yang terkesan arogan dan ‘sok pintar’, perlu trik untuk menghadapinya. Misalnya berusaha untuk tidak menjadi emosional. Sebagai narasumber hendaknya menghargai semua pendapat yang disampaikan peserta meskipun pendapat itu kurang tepat. Penyampaian materi dengan penuturan yang sopan biasanya menjadi kunci luluhnya ego anggota masyarakat seperti ini.
Anda bisa sampaikan kepada peserta lokakarya, “Saya tidak lebih pintar dari bapak/ibu/saudara, karena sesungguhnya andalah yang telah mengalami persoalan ini. Jadi kehadiran saya sesungguhnya bukanlah sebagai narasumber melainkan sebagai teman diskusi untuk saling bertukar pendapat. Jadi saya juga hanya sebagai fasilitator, bukan nara sumber serba bisa.

Percaya pada Kekuatan Kelompok
Hal ini berarti sebagai fasilitator Anda harus mempercayai potensi kelompok yang Anda fasilitasi untuk mempunyai kemampuan dalam menemukan jalan atau solusi atas permasalahannya sendiri. Hal ini berarti, apapun komposisi kelompok itu, Anda selalu percaya bahwa jawaban atas permasalahan adalah ada pada kelompok itu sendiri. Sebagai fasilitator anda tinggal mendorong proses bagi kelompok tersebut untuk menemukan permasalahannya sendiri.
Dalam melakukan fasilitasi, pendekatan pembelajaran orang dewasa menjadi landasan utama bagi dirinya. Strategi dan teknik yang mengacu kepada pendidikan orang dewasa senantiasa dilandasi oleh konsep diri, pengalaman pribadi, serta kesiapan dan orientasi belajar dari setiap warga belajar. Dalam hal ini, ada tuntutan pokok sebagai implikasi dari landasan tersebut dalam melaksanakan proses fasilitasi bagi orang dewasa, yaitu keterlibatan atau peranserta dari setiap warga belajar.
Fasilitasi adalah proses untuk membuat semua hal menjadi mudah, proses sadar dan sepenuh hati yang dapat membantu suatu kelompok supaya sukses mencapai tujuan kelompok dengan cara taat pada prinsip-prinsip partisipasi dimana kelompok benar-benar berfungsi sebagai kelompok.

Kemampuan Komunikasi
Secara ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama terhadap ide atau pesan yang disampaikan.  Proses mencapai kesepakatan, lazimnya berlangsung secara bertahap. Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah aktivitas komunikasi berjalan dengan menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. Karena, ada seperangkat kesulitan yang akan muncul dalam pencapaian tujuan berkomunikasi.

dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar