"Assalamu 'alaikum, ... Mukhlis dimana sekarang" dari balik telpon, ayah saya menyapa
Seperti biasa, tanpa berlama-lama, saya langsung menjawab sapa ayahanda
"Saya sekarang sedang di tempat orang meninggal, Yah. Cutmi Idi, isteri Tgk H.Usman Maqam di Geurugok telah berpulang ke Rahmatullah"
"Oooo, berarti beliau telah menyusul ayah. Beliau itu dekat dengan ayah. Saat ayah muda dulu, kami sering sekali ke rumah Tgk.H.Usman Maqam....Innalillahi wainna ilaihi raji'un" sambung ayah saya kemudian
"Ada apa Ayah? Nelpon saya malam-malam" saya balik bertanya
"Oooo, tidak. ayah hanya gelisah. Entah mengapa ayah teringat padamu terus dalam 2 hari ini. Bagaimana kabar mamakmu dan adik-adikmu?"
"Alhamdulillah, mereka sehat semua, Yah..., hanya mamak yang masih sakit kakinya. Tapi tadi pagi sudah diperiksa oleh dokter di RSU Fauziah. Kan mamak rencana haji tahun ini, Yah....harus diperiksa..." saya menerangkan panjang lebar
"Terus apa semua administrasi BPIH sudah kamu bayar?"
"Sudah, Yah, sudah saya bereskan kemarin itu tanggal 11 Juni..." saya jawab soal haji mamak
"Terus, soal seleksi KIP, sudah sejauh mana??" beliau bertanya ke wilayah yang agak sensitif bagi saya dalam 3 hari terakhir.
"Saya belum berhasil jadi Anggota KIP, Yah....maafkan ananda yang belum bisa memenuhi janji pada ayah untuk kembali ke KIP"
"Jadi! Mukhlis tidak lulus??????" spontanitas suara beliau agak tinggi. Tidak seperti biasanya. Beliau orang yang lembut tutur katanya.
Kemudian saya terdiam. Agak lama saya merenung, sambil mencari kata-kata yang pas untuk bisa menjawab pertanyaan beliau. Karena beberapa kali saya pernah menolak ajakan beliau, masuk Partai Politik. Pada saat ayah saya masih hidup, saya pernah diajak masuk menjadi kader Partai, tapi saya selalu menolak demgan alasan saya ini bekerja sebagai Fasilitator Masyarakat yang tidak dibolehkan menjadi kader Partai. Sejujurnya saya memang menunggu kesempatan menjadi Komisioner KIP, setelah gagal tahun 2008.
Karena lama saya merenung, sehingga beliau menanyakan lagi.
"Kenapa kamu diam, nanti habis pulsa ayah ini...apa benar kamu tidak lulus????"
"Benar, Ayah....maafkan ananda" nafas saya mulai tidak teratur. Sedih juga.
"Mungkin Allah belum mengizinkan saya di KIP, Ayah...." saya menerangkan lebih lanjut
"Nilai tes tulis kamu bagus. Uji Baca Al Qur'an bagus, Wawancara juga bagus. Kamu punya pengalaman. Track record bagus, apa pasal yang membuat kamu tidak lulus???"
"Dan, ayah sudah merasa yakin kamu lulus. Kenapa????" beliau memburu jawaban
"Saya tidak tau, Ayah. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ayah, selain menyerahkan jawaban kepada Allah SWT, kenapa saya tidak lulus..."
"Benar. Semua kita harus berserah diri pada Allah SWT semata. Tapi, secara teknis, kamu kan tahu, apa sebabnya?" beliau masih terus bertanya
"Lagi pula, selain karena hal-hal tersebut, mereka seyogiyanya juga mengingat ayah, yang pernah 4 tahun bersama-sama. Memang hal ini tidak termasuk dalam kriteria kelayakan. Tapi dengan 'membantu' Mukhlis, tentu akan merekatkan hubungan psikologis dengan ayah. Ada historis antara ayah dengan mereka..." ayah saya menerangkan panjang lebar.
"Mereka telah berusaha membantu, Yah...tapi memang takdir menentukan lain. Kami juga tak tahu mengapa bisa demikian" saya masih berusaha menjelaskan.
"Ya sudah, kalau begitu. Walaupun ayah sangat kecewa, ayah tetap berharap kamu tegar menerima keputusan apapun. Semua rahasia memang ada pada Allah SWT, Tuhan sekalian alam, Sang Maha Mengetahui. Sabar iya...masih ada kesempatan lain"
Saya kembali terdiam menerima nasehatnya. Kemudian tidak sanggup lagi menjawab, sehingga saya minta pamit
"Ayah, maaf. Kalau boleh nanti lain kali saya sambung. Ini masih di tempat orang meninggal di Geurugok. maafkan saya, Ayah...!"
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam..." jawab ayah saya di seberang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar