Minggu, 07 September 2008

UJI BACA AL QUR'AN

Assalamu'alaikum, rekan2 semua...

Sudah seminggu saya tidak menyapa rekan2 semua.... maklum saja, bulan puasa, aktivitas agak saya kurangi. Namun hari ini ada topik menarik yang ingin saya sampaikan, yaitu persoalan baca Al Qur'an bagi para Caleg di Aceh.

Seperti sudah kita ketahui, bahwa Qanun Aceh No.3 Tahun 2008 mensyaratkan bagi setiap Caleg di Provinsi Aceh harus bisa baca Al Qur'an, sesuai dengan labelnya bahwa kita adalah daerah Serambi Mekkah dan satu-satunya Provinsi yang menerapkan Syariat Islam di Indonesia. Pasal mengenai wajib bisa baca Al Qur'an itu sendiri sempat mendapat kritikan tajam dari beberapa kalangan, termasuk Gubernur Irwandi, beberapa waktu yang lalu. Mendagri juga sempat "menolak" pasal tersebut dengan alasan bertentangan dengan Peraturan di atasnya, termasuk UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu.
Namun seiiring waktu yang terus bergulir, akhirnya Pemda Aceh & DPRA tetap sepakat pada wacana semula yaitu tetap mempertahankan pasal Uji Baca Al Qur'an bagi Caleg di Aceh.
Kita sebagai ummat Islam, wajib mendukung agar pasal tersebut benar2 diterapkan.....
Toh, kita sudah berpengalaman dengan Tes Uji Baca Al Qur'an bagi Calon Gubernur/Wakil Gubernur maupun Calon Bupati/Wakil Bupati tahun 2006 yang lalu...

Nah, persoalan tidak berhenti sampai disitu. KIP harus membuat juk-lak nya agar proses Uji Baca Al Qur'an benar2 dapat menjadi ajang seleksi bagi para Caleg...
Ternyata dalam prakteknya tidak semudah yang dibayangkan. KIP Aceh sendiri harus menguji 500-an Caleg. Begitu juga di beberapa Kabupaten/Kota, rata2 200 s/d 300-an Caleg yang harus di uji oleh KIP Kabupaten/Kota.

Permasalahan yang muncul sekarang adalah tidak adanya standarisasi terhadap kemampuan "bisa" membaca Al Qur'an seperti yang diterapkan pada Pilkada yang lalu. Yang cukup fatal adalah pernyataan salah seorang Anggota KIP Aceh bahwa KIP tidak terlalu ketat dalam hal Uji Baca Al Qur'an ini. Terkesan Uji Baca Al Qur'an hanya sekedar formalitas belaka.
Sangat disayangkan....!
Disamping itu KIP Kabupaten/Kota juga bingung dengan tidak adanya standarisasi tersebut. Belum lagi siapa yang berhak melakukan tes....? Tempatnya juga tidak jelas, apakah harus ditempat terbuka atau tidak..?

Makanya, rekan2 sekalian tidak perlu heran...
Di Aceh Barat, tes dilaksanakan oleh Ramaja Mesjid dan ditempat terbuka. Sementara di Abdya dilakukan di tempat tertutup. Belum lagi di beberapa tempat lainnya.
Intinya adalah tidak adanya keseragaman dalam hal Uji Baca Al Qur'an disetiap Kabupaten/Kota. Apa yang terjadi kemudian...? Bisa ditebak. Akan banyak muncul protes dari para Caleg dan partai terhadap hasil tes "mengaji" tersebut.

Seharusnya KIP Aceh harus membuat aturan yang tegas soal ini. Harus ada Peraturan KIP Aceh yang komprehenship agar tidak timbul masalah dikemudian hari. Tidak diragukan lagi, orang2 yang duduk sebagai Anggota KIP Aceh (pengambil kebijakan di KIP) adalah orang2 pilihan. Beberapa orang diantaranya adalah mantan Anggota KPU Kabupaten/Kota.
Kalaupun mereka sudah "lupa" mendesain bagaimana tes Uji Baca Al Qur'an, toh mereka masih bisa membuka arsip di Sekretariat KIP Aceh tentang tes Uji Baca Al Qur'an saat Pilkada yang lalu. Tidak ada salahnya mengadopsi, toh Anggota DPRA/K yang terpilih nantinya juga merupakan Pemimpin rakyat.

Rekan2 yang terhormat...
Mari kita tunggu, lakon selanjutnya, mudah2an semua Caleg di Aceh bisa membaca Al Qur'an...
Semoga..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar