Senin, 15 Juni 2009

RINDU 2

Rindu. Itulah perasaan yang saya alami sehari-hari dalam seminggu terakhir ini. Betapa tidak! Saya telah sembilan hari meninggalkan keluarga di Bireuen. Saya harus berpisah dengan isteri tercinta, anak-anak saya yang manis dan orangtua/mertua saya yang bijaksana yang selama ini selalu mendukung saya. Saya telah meninggalkan Kota Juang yang telah memberi banyak hal kepada saya selama 6 tahun terakhir.......
Semua yang saya tinggalkan, merupakan "asset" yang tiada terkira nilainya. Dan karenanya, rindu saya pada semua itu tidak terkendalikan.... Saya harus menumpahkan selaksa rindu. Kepada siapa ? Kepada pantai elok Samadua ? atau kepada Tapak Naga? Tentu tidak! Kepada Allah-lah kiranya tempat mengadu, semoga rindu saya bermuara.

Saya telah seminggu menjalani hari-hari yang agak "asing" di Samadua, Aceh Selatan. Bukan masyarakatnya yang asing. Mereka malah sangat baik, penduduknya ramah, terbuka pada setiap orang, termasuk pada saya dan rekan-rekan lain dari "utara"...... Saya hanya merasa "asing" pada dunia baru saya yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Saya seperti angkatan laut yang diminta untuk terjun payung. Saya bukanlah seorang infanteri batalion A dipindahkan ke batalion B.
Berbeda dengan mereka, karena saya tidak saja harus memahami masyarakat yang selama ini tidak pernah saya gauli, namun lebih dari itu, karena saya juga harus mempelajari dunia baru yang "asing". Namun sampai hari kesembilan, saya belum menemukan kendala berarti. Sejauh ini, saya masih diberi kemudahan oleh Allah SWT termasuk bagaimana komunikasi saya dengan lingkungan baru. Saya sangat terbantu dengan cara-cara komunikasi yang selama ini saya terapkan. Saya adalah tipe orang yang terbuka.

Dalam pelaksanaan tugas baru, saya telah merasakan bantuan teman-teman, terutama bantuan dari Asisten FK di lapangan. Mereka layaknya bukan sebagai bawahan, tapi lebih sebagai teman yang juga senang dengan manajemen terbuka. Selama seminggu, saya mendiskusikan berbagai persoalan sambil juga saya belajar tentang pemberdayaan lebih mendalam. Saya yakin dengan filosofi bahwa kalau saya gagal karena diri saya, namun kalau berhasil dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari dukungan mereka. Saya suka sepakbola, jadi saya anggap saya adalah Coach, sementara mereka adalah pemain. Saling memahami, saling dukung dan saling pengertian untuk menerjemahkan semua tujuan agar berhasil dalam pertandingan.

Saat ini kami baru memulai pertandingan atau setidaknya 20 menit pertama. Masih 70 menit lagi pertandingan baru selesai. Banyak pekerjaan menanti kami didepan mata, yang tentu saja harus kami selesaikan dan menangkan. Dan sebagai pribadi, saya harus bisa menahan rasa rindu. Saya harus realistis, bahwa saat ini saya adalah kader pemberdayaan di Samadua, bukan di Kota Juang tercinta.
Sementara, Fildza dan Mazaya harus sabar.... Ibunya juga harus rela; tidak ada tangan yang mengelus denyut nadi dan gerak lembut calon pengisi daftar Kartu Keluarga selanjutnya.
Gerak riak pinggiran pantai Ujung Tanah mulai suburkan kecintaan pada Samadua. Kalau suatu saat, aku harus meninggalkannya dan kembali ke Kota Juang, aku akan mencatat sebuah memori. Pantai dan keindahan alam Samadua, telah suburkan rindu dan membantu aku lahirkan coretan-coretan kertas buram sebagai pelampiasan rindu pada Dinda, rindu pada Fildza, rindu pada Mazaya...............

Mukhlis Aminullah, berdomisili di Samadua, Aceh Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar