Senin, 25 Agustus 2025

Buku-Buku Yang Menjadi Cermin Waktu

Di rak sederhana Lueng Daneun,
buku-buku berdiri seperti pasukan sunyi,
mereka bukan sekadar kertas dan tinta,
mereka adalah cermin,
yang memantulkan wajah-wajah masa lalu
dan rahasia masa depan.

Pernah mereka berserakan,
terbuang bagai batu tanpa arti,
tapi tangan-tangan sabar memungutnya,
menata, merapikan,
hingga kini mereka berdiri anggun,
menunggu mata yang berani membuka pintu rahasia.

Membuka sebuah buku,
adalah membuka jendela ke dalam pikiran.
Di sana, Bung Hatta muda duduk sendiri,
membaca angka dan ide,
menyulam kemerdekaan dari keheningan.

Halaman lain membawamu
kepada Soekarno muda,
berdiri dengan dada berapi,
menyalakan kata-kata yang mengguncang zaman.

Sutan Syahrir muncul dalam diam,
menuliskan strategi di antara sepi,
sementara Kartini muda
menyibakkan gelap dengan surat-suratnya,
menyulut cahaya dari balik tirai panjang tradisi.

Buku-buku itu tidak mengenal jarak,
tidak kenal ruang,
mereka melipat waktu,
mereka menyingkap tabir pikiran
yang bahkan pemiliknya telah lama pergi.

Di rak Lueng Daneun,
buku menjelma sumur tak bertepi.
Setiap anak yang menunduk membaca
sesungguhnya sedang bercakap
dengan jiwa-jiwa besar bangsa ini.

Maka, jangan remehkan rak sederhana itu.
Di sanalah, di tengah gampong yang sepi,
masa depan sedang dilahirkan.
Buku-buku itu adalah rahim pengetahuan,
cermin jiwa, jendela rahasia,
yang menjadikan anak-anak desa
tunas-tunas bangsa
yang kelak berdiri memimpin Indonesia.

Lueng Daneun, 25 Agustus 2025 Mukhlis Aminullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar