Sikap Dasar Fasilitator
Minat
Para
fasilitator dalam menyampaikan pesan tentang penyakit tropis (Demam Berdarah
atau TBC), hendaknya memiliki minat besar pada materi yang akan disampaikannya.
Terlebih lagi, jika fasilitator tersebut selain memahami teori juga memiliki
pengalaman pada materi terebut. Pengalaman sebagai petugas penyuluh, ketua
RT/RW, konsultan, atau pengamat dari persoalan yang akan didesiminasikannya.
Hal ini akan
membedakannya dengan pemateri atau fasillitator yang hanya memiliki pemahaman
teoritis saja. Pengalamannya di ’lapangan’ akan membantunya menemu-kenali
dan memberikan solusi atas persoalan yang kerap dijumpai peserta. Suasana
lokakarya atau pelatihan akan lebih ’membumi’ dengan cerita dan tips seputar
pengalaman sang fasilitator maupun peserta itu sendiri.
Jadi
perwujudan minat besar fasilitator pada materi yang sedang digagas, akan dapat
terlihat. Pertanyaaan peserta seputar permasalahan yang dihadapinya, akan dapat
dijawab fasilitator berdasarkan ’jam terbangnya’ menggeluti permasalahan yang
ditanyakan peserta tersebut. Penguasaan substansi pembicaraan baik
spesifik maupun umum, serta referensi pengetahuan yang selalu up to date, juga
akan memancarkan minat besar fasilitator/trainer pada persoalan yang sedang
dibicarakan.
Jadi
narasumber lebih bersifat sebagai motivator. Dengan demikian peserta pelatihan
akan lebih berpartisipasi dalam pelatihan. Jadi pengetahuan yang ada diangkat
dari peserta lalu didiskusikan bersama. Hasilnya, peserta akan lebih
termotivasi untuk mengetahui lebih banyak materi yang telah didapatkannya.
Mengapa pola
ini bisa Anda terapkan? Pertama, setiap orang ingin diapresiasi. Kedua,
setiap orang memiliki inner potential dalam diri mereka masing-masing. Ketiga,
setiap orang memiliki pengalaman yang patut di dengarkan.
Setiap
peserta perlu mendapat apresiasi yang baik dari pelatih, fasilitator,
narasumber maupun dari sesama peserta. Dengan memberikan apresiasi terhadap
setiap pendapat yang disampaikan peserta maka peserta tersebut akan merasa
mendapat ruang untuk berekspresi. Dengan sendirinya, peserta itu akan terus
termotivasi untuk menyampaikan pikiran-pikirannya apakah dengan cara berbicara
dalam forum atau dengan menuliskannya di kertas plano lalu disampaikan di depan
forum lokakarya/pelatihan.
Empati
Empati
Sebagai
fasilitator anda haruslah mampu menempatkan diri dalam situasi yang dihadapi
orang lain guna memahami perspektif yang mereka miliki terhadap isu-isu
tertentu.
Salah satu
cara untuk menunjukkan sikap empati, bisa dengan meminta peserta menyampaikan
pengalaman, keluh-kesah, atau perasaannya pada satu persoalan tertentu. Metode
‘memancing cerita’ dari peserta ini bisa diterapkan di awal lokakarya. Baik
ketika pesertanya homogen maupun heterogen. Perlu sikap empati dan sedikit
hati-hati, kalau menghadapi peserta yang beragam. Apalagi jika ada dua pihak
peserta yang berseberangan, dan potensial bisa saling menghujat sikap
‘lawannya’.
Ketika
memfasilitasi masyarakat yang sulit sekali untuk diajak melakukan kegiatan
bersama-sama, dibutuhkan seorang fasilitator yang mampu memberikan motivasi
tersendiri untuk melakukan kegiatan secara bersama. Anda bisa mempersiapkan
instrumen yang memberikan jaminan pendekatan partisipatif. Langkah berikutnya,
merancang kegiatan fasilitasi yang efektif dalam kelompok masyarakat. Dan
hasilnya, benar-benar menakjubkan. Peserta sangat senang ketika harus bermain,
menyanyi, tertawa, disamping dari sisi materi (content) lokakarya mereka juga
mendapatkannya.
Empati yang
dibangun seperti ini, bertolak pada pengalaman memfasilitasi melalui pendekatan
andragogy. Orang dewasa pada dasarnya lebih menyukai hal-hal yang menyenangkan,
meriah seperti halnya kanak – kanak ketika bermain. Sehingga media yang dipilih
seputar gambar-gambar dan berbagai macam warna yang menarik sekaligus mudah
untuk diingat
Berpikir Positif
Pentingnya
sikap berpikir positip bagi fasilitator, bisa dilakukan dalam setiap lokakarya
dengan terlebih dahulu menjajaki harapan peserta terkait dengan materi
pelatihan, lalu disandingkan dengan arah global dan output yang diharapkan dari
setiap bagian materi utama.
Ketika
berhadapan dengan anggota masyarakat yang terkesan arogan dan ‘sok pintar’,
perlu trik untuk menghadapinya. Misalnya berusaha untuk tidak menjadi
emosional. Sebagai narasumber hendaknya menghargai semua pendapat yang
disampaikan peserta meskipun pendapat itu kurang tepat. Penyampaian materi
dengan penuturan yang sopan biasanya menjadi kunci luluhnya ego anggota
masyarakat seperti ini.
Anda bisa
sampaikan kepada peserta lokakarya, “Saya tidak lebih pintar dari
bapak/ibu/saudara, karena sesungguhnya andalah yang telah mengalami persoalan
ini. Jadi kehadiran saya sesungguhnya bukanlah sebagai narasumber melainkan
sebagai teman diskusi untuk saling bertukar pendapat. Jadi saya juga hanya
sebagai fasilitator, bukan nara sumber serba bisa.
Percaya pada Kekuatan Kelompok
Hal ini
berarti sebagai fasilitator Anda harus mempercayai potensi kelompok yang Anda
fasilitasi untuk mempunyai kemampuan dalam menemukan jalan atau solusi atas
permasalahannya sendiri. Hal ini berarti, apapun komposisi kelompok itu, Anda
selalu percaya bahwa jawaban atas permasalahan adalah ada pada kelompok itu
sendiri. Sebagai fasilitator anda tinggal mendorong proses bagi kelompok
tersebut untuk menemukan permasalahannya sendiri.
Dalam
melakukan fasilitasi, pendekatan pembelajaran orang dewasa menjadi landasan
utama bagi dirinya. Strategi dan teknik yang mengacu kepada pendidikan orang
dewasa senantiasa dilandasi oleh konsep diri, pengalaman pribadi, serta
kesiapan dan orientasi belajar dari setiap warga belajar. Dalam hal ini, ada
tuntutan pokok sebagai implikasi dari landasan tersebut dalam melaksanakan
proses fasilitasi bagi orang dewasa, yaitu keterlibatan atau peranserta dari
setiap warga belajar.
Fasilitasi
adalah proses untuk membuat semua hal menjadi mudah, proses sadar dan sepenuh
hati yang dapat membantu suatu kelompok supaya sukses mencapai tujuan kelompok
dengan cara taat pada prinsip-prinsip partisipasi dimana kelompok benar-benar
berfungsi sebagai kelompok.
Kemampuan Komunikasi
Secara
ideal, tujuan komunikasi bisa menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama
terhadap ide atau pesan yang disampaikan. Proses mencapai kesepakatan,
lazimnya berlangsung secara bertahap. Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah
aktivitas komunikasi berjalan dengan menghasilkan kesepakatan secara utuh
sesuai tujuannya. Karena, ada seperangkat kesulitan yang akan muncul dalam
pencapaian tujuan berkomunikasi.
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar