Kamis, 05 Maret 2009

KISAH "SAJAK BIRU"

Sejak masih remaja saya sebenarnya sudah sangat menyukai dunia sastra, antara lain cerpen, sajak dan puisi. Saya juga menyukai pantun, walaupun tidak terlalu merasuki jiwa saya...

Saya suka menulis puisi dan sajak, namun saya tidak punya keberanian untuk mengirim kepada Redaksi koran atau majalah. Cukup jadi koleksi pribadi saja. Dalam bidang sastra, saya mengidolai beberapa Tokoh. Antara lain Buya Hamka, Pramoedya Ananta Toer, Mukhtar Lubis, Rendra dan Soetardji C.Bahri. Dalam skala lokal saya sudah lama menyukai puisi-puisi karya Hasbi Burman (Presiden REX), Barlian AW, Maskirbi, Budi Arianto, Sulaiman Juned, Rudy Faliskhan, Mustafa Ismail dan Mohd.Adid Haji Abdul Rahman.

Dari sejumlah nama yang sudah saya sebutkan di atas, punya ciri khas masing-masing. Punya kelebihan masing-masing......(dan tentu juga punya kekurangan yang sudah dicatat oleh kritisi sastra).
Saya mengoleksi beberapa buku terkenal karya Buya Hamka, yang saya beli di pasar loak Jakarta. Ada juga buku karya Pramoedya. Beberapa diantaranya saya beli di Gramedia, selebihnya saya dapatkan dalam bentuk ebook via internet.
Khusus puisi dan sajak, saya mengoleksi ribuan jumlahnya dalam bentuk klipping sejak tahun 1990. Beberapa puisi diantaranya saya catat dalam "sejarah" hidup saya, karena ikut mewarnai perjalanan dan kisah saya sebagai anak manusia.

Dan secara khusus saya harus berterima kasih kepada Mohd.Adid Haji Abdul Rahman. Walaupun beliau tidak pernah saya kenal secara nyata (hanya melalui karya-karyanya), saya harus mencatat nama beliau dalam sanubari yang paling dalam.......

Salah satu karya Mohd.Adid Haji Abdul Rahman, saya kirim sebagai "ungkapan" kepada seseorang yang sekarang mendampingi saya mendidik anak-anak di rumah. Menurut ceritanya (beberapa tahun kemudian), puisi tersebut telah membuka hatinya untuk menerima "ungkapan" itu. Padahal pada tahun 90-an pernyataan melalui sajak atau puisi agak kurang lazim untuk remaja di Aceh.

Berikut saya lampirkan disini secara utuh sajak tersebut, mudah-mudahan Bapak Mohd.Adid Haji Abdul Rahman sekarang masih hidup dan membaca tulisan saya di dunia maya ini.

"SAJAK BIRU"

Disepasang matamu terpandang kuntum
mimpi
masa depan nan cemerlang gemilang
dibibirmu tersenyum seungkap qasidah
kejujuran terdalam
dan sangat bening
dibicaramu terbaca peradaban timur
yang sudah sulit ditemukan
di sela-sela masa kini
diperangaimu terpancar indah cahaya
sifat keibuan
dan diwajahmu terlukis musim bunga
dan keteduhan hakiki

Segalanya telah mengirim surat undangan
kepada rindu cintaku
tapi mampukah aku menakluki
negeri hatimu seperti sebuah perahu
lantas tertambat utuh di pelabuhan....?

(termuat di Hr Waspada, tahun 1992)

Mudah-mudahan kisah ini memberi inspirasi bagi kami sekeluarga untuk menjaga keutuhan perasaan sampai nafas terakhir. Dan, tentu saja saya berharap, bagi anak muda yang kurang serius dengan satra, khususnya puisi, bisa memikirkan lagi untuk berubah pikiran. Terima kasih.

salam,
Mukhlis Abi Fildza, berdomisili di Kota Juang, Bireuen, Aceh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar